kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.505.000   -15.000   -0,99%
  • USD/IDR 16.295   -200,00   -1,24%
  • IDX 6.977   -130,64   -1,84%
  • KOMPAS100 1.042   -22,22   -2,09%
  • LQ45 818   -15,50   -1,86%
  • ISSI 213   -3,84   -1,77%
  • IDX30 417   -9,14   -2,14%
  • IDXHIDIV20 504   -9,85   -1,92%
  • IDX80 119   -2,45   -2,02%
  • IDXV30 125   -2,38   -1,87%
  • IDXQ30 139   -2,59   -1,83%

Goldman Sachs Prediksi Ada Potensi Defisit Minyak Mentah, Begini Kata Analis


Selasa, 07 Februari 2023 / 23:24 WIB
Goldman Sachs Prediksi Ada Potensi Defisit Minyak Mentah, Begini Kata Analis
ILUSTRASI. Kilang minyak mentah


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Goldman Sachs memprediksi, minyak mentah akan mengalami defisit pada tahun depan. Kondisi ini disebabkan oleh berkurangnya kapasitas produksi cadangan dan kurangnya investasi yang akan mengancam pasokan ke depannya.

Peningkatan permintaan dari China dan sanksi terhadap minyak Rusia juga akan berkontribusi terhadap defisit minyak mentah. Akan tetapi, sebelum masalah defisit tersebut melanda, Goldman Sachs memprediksi harga minyak mentah Brent dapat mencapai level US$ 100 per barel.

Chief Analyst DCFX Futures Lukman Leong mengatakan, harga minyak mentah bisa saja mencapai level US$ 100 per barel.

Akan tetapi, menurutnya, masalah ganguan produksi dan meningkatnya permintaan China masih akan diimbangi dengan kenaikan produksi negara-negara pengekspor minyak bumi yang tergabung dalam OPEC+.

Level US$ 100 per barel tergolong tinggi karena jarang sekali dicapai dalam kurun waktu lima tahun ke belakang. Level ini pernah tercapai pada semester 1 2022 ketika perang Rusia-Ukraina memanas yang memicu krisis energi, terutama di Eropa.

Baca Juga: Harga Minyak Melonjak Akibat Gempa Turki

Menurut Lukman, titik ideal harga minyak mentah, yakni yang baik bagi konsumen maupun produsen berada di antara US$ 70-US$ 80 per barel.

"Harga yang persisten di bawah itu akan memicu potensi pemangkasan produksi oleh OPEC+, begitu pun sebaliknya. Harga minyak mungkin bisa di bawah US$ 70 atau di atas US$ 80 namun tidak akan bertahan lama," tutur Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (7/2).

Bagi Indonesia, harga minyak yang terlalu tinggi juga tidak baik, mengingat Indonesia masih menjadi net oil importer. Artinya, Indonesia membeli atau mengimpor lebih banyak minyak dari beberapa negara lain daripada menjual atau mengekspor minyak kepada negara-negara tersebut.

"Apabila harga minyak naik tinggi, komoditas energi lainnya juga akan ikut naik seperti gas dan batubara sehingga biaya produksi PLN juga akan meningkat yang pada akhirnya memicu inflasi," ucap Lukman.

Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo menambahkan, harga minyak mentah mendapat dukungan setelah Saudi Aramco yang dikontrol negara menaikkan harga minyak mentah kelas Arab Light yang dikirim ke pelanggan Asia pada bulan Maret 2023 sebesar 20 sen per barel.

Baca Juga: Harga Minyak Mentah Naik, Brent ke US$80,40 dan WTI ke US$73,59 pada Senin (6/2)

Kenaikan harga tersebut merupakan yang pertama untuk grade minyak mentah itu sejak September 2022.

Berdasarkan data tradingeconomics.com, harga minyak mentah Brent berada di US$ 82,26 per barel pada perdagangan Selasa (7/2) per pukul 18.48 WIB. Harga ini sudah naik 2,90% dari harga Jumat (3/2) yang sempat berada di level US$ 79,94 per barel.

Menurut Sutopo, Komite Pemantauan Menteri Gabungan OPEC+ merekomendasikan untuk menjaga tingkat produksi minyak mentah tetap stabil karena pasar minyak menunggu kejelasan permintaan China dan pasokan minyak mentah dari Rusia.

"OPEC+ diperkirakan hanya akan mulai membalikkan pengurangan pasokannya (saat ini sekitar 2 juta barel per hari) pada paruh kedua 2023 ketika percepatan permintaan akan memperketat pasar," ucap Sutopo.

Ia memprediksi, harga minyak mentah akan berada di rentang US$ 75-US$ 100 per barel untuk tahun 2023. Semantara Lukman memperkirakan, harga minyak mentah akan berkisar di US$ 70-US$ 85 per barel pada sisa 2023.

Perkiraan harga ini dengan asumsi permintaan dan pasokan saat ini berada di titik ideal. Menurutnya, harga minyak sangat sulit untuk melambung lebih tinggi maupun turun tajam apalagi potensi perlambatan ekonomi hingga resesi membuat prospek komoditas energi masih penuh ketidakpastian terutama dari sisi permintaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×