Reporter: Grace Olivia | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Gihon Telekomunikasi Indonesia Tbk akhirnya berhasil mendaratkan kakinya di lantai Bursa Efek Indonesia (BEI). Emiten berkode saham GHON ini resmi menjadi perusahaan publik pada 9 April lalu, usai giat memoles kinerja bisnisnya sejak lima tahun silam.
Gihon merupakan perusahaan yang bergerak di bisnis penyewaan dan pengelolaan menara base transceiver station (BTS) sebagai sarana penunjang telekomunikasi. Menara BTS disewakan kepada operator telekomunikasi untuk keperluan transmisi sinyal suara dan data nirkabel melalui perjanjian sewa jangka panjang, yang umumnya berdurasi 10 tahun.
Sebagian besar portofolio menara telekomunikasi Gihon merupakan menara ground-based dengan ketinggian berkisar 30 meter-72 meter dan menara roof top. Menara ground-based bisa menampung lebih dari tiga penyewa. Semakin rendah ketinggian tower, kolokasi yang didapatkan pun umumnya semakin sedikit.
Per akhir 2017, Gihon telah memiliki 491 menara dengan 212 kolokasi. Pengoperasian menara masih didominasi di Pulau Jawa sebesar 69,53% dan Sumatra sebesar 30,47%.
Direktur Utama Gihon Telekomunikasi Rudolf Nainggolan mengatakan, sejatinya operasi menara telekomunikasi di Pulau Jawa sudah mulai jenuh. Makanya, melalui penawaran saham publik, Gihon mengumpulkan pendanaan untuk menambah jumlah menara di daerah-daerah lain seperti Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua.
Rudolf juga mencermati, dalam jangka panjang, para operator telekomunikasi di Indonesia akan cenderung berkolaborasi dalam penyewaan menara. Operator utama yang selama ini menjadi penyewa jasa Gihon, yakni Telkomsel, XL Axiata, dan Indosat Ooredoo, tidak lagi berfokus pada pembangunan menara tambahan.
Rudolf meyakini, operator akan cenderung mengalihkan pembangunan menara kepada perusahaan independen seperti Gihon. Tujuannya tentu untuk menghemat biaya belanja modal, sehingga operator telekomunikasi bisa lebih fokus pada aspek bisnis lain.
Melihat peluang ini, manajemen Gihon menyadari kalau kebutuhan ekspansi semakin besar. "Sehingga kami perlu mengundang para investor. Kami tidak ingin hanya mengandalkan pertumbuhan organik atau membangun berdasarkan order operator saja," ujar Rudolf kepada KONTAN, belum lama ini.
Ia menambahkan, selama ini, kontribusi penyewaan menara terbesar Gihon berasal dari beberapa operator, di antaranya XL Axiata sebesar 51%, Telkomsel sebesar 17%, Hutchison Tri sebesar 14%, dan Indosat sebesar 9%.
Rudolf optimistis, prospek kebutuhan infrastruktur penunjang akan kian bertambah seiring dengan bergesernya komunikasi suara ke data. Operator telekomunikasi juga semakin gencar menawarkan layanan jaringan 4G di perkotaan maupun daerah, serta meningkatkan infrastruktur untuk memperluas cakupan ke seluruh Indonesia.
Tantangan bisnis
Direktur Gihon Telekomunikasi Felix Ariodamar menjelaskan, selama ini tantangan bisnis lebih banyak datang dari aspek nonteknis. Menurut dia, tantangan tersulit biasanya terdapat pada proses pembebasan lahan untuk pembangunan menara.
Biasanya muncul hambatan dari masyarakat sekitar saat pembebasan lahan. "Perlu pendekatan dan strategi tersendiri untuk bisa sepakat membuka lahan menara," ujar Felix.
Sementara, dari segi teknis, pembangunan menara biasanya menghabiskan waktu rata-rata 90 hari hingga 120 hari. Nilai investasi untuk pembangunan menara berkisar Rp 1 miliar, sudah termasuk biaya sewa lahan dan biaya pembangunan.
Tahun ini, Rudolf tak mematok pertumbuhan organik yang muluk-muluk. Ia menyebut, target jumlah menara tahun ini diharapkan bisa bertumbuh 15% dibandingkan tahun lalu.
Gihon menyiapkan belanja modal (capex) sekitar 15% dari nilai aset menara saat ini. Asal tahu saja, per September 2017, total aset Gihon tercatat sebesar Rp 348,56 miliar.
Hingga akhir tahun nanti, pendapatan Gihon diharapkan bisa tumbuh menjadi Rp 103 miliar, dengan margin laba bersih sebesar 25%.
Selain mengandalkan kemampuan sendiri, Gihon berpotensi mendapatkan dukungan dari PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG). Pada 9 April 2018 lalu, TBIG membeli 108,88 juta saham atau 19,79% dari jumlah saham yang telah dikeluarkan dan disetor setelah pelaksanaan IPO Gihon. Nilai transaksi itu sekitar Rp 127,39 miliar.
Hingga September 2017, Gihon mencetak kenaikan pendapatan 18,94% dari Rp 55,98 miliar menjadi Rp 67,76 miliar. Lalu, laba bersih perusahaan melejit 122,2% menjadi Rp 21,4 miliar dibandingkan kuartal III-2016.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News