Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Harga gas alam sulit terangkas meski memasuki musim dingin. Pergerakan harga justru ditekan dari dua sisi, yakni suhu udara musim dingin di atas normal serta perlambatan ekonomi global.
Mengutip Bloomberg, Selasa (19/1) pukul 18.54 WIB, harga gas alam kontrak pengiriman Februari 2016 di New York Merchantile Exchange naik 2,2% ke level US$ 2,147 per mmbtu dibanding sehari sebelumnya. Sepekan, gas alam tergerus 4,87%.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka, Ibrahim mengatakan, proyeksi musim dingin ekstrim tidak terjadi sehingga permintaan gas alam pun melemah.
Di samping suhu udara yang lebih panas, kondisi ekonomi global terutama China juga terus membayangi permintaan gas alam. Terlihat dari data – data ekonomi China yang masih menunjukkan perlambatan.
Pertumbuhan ekonomi China kuartal IV-2015 sebesar 6,8% atau lebih rendah dari kuartal sebelumnya 6,9%. Demikian juga dengan produksi sektor industri bulan Desember yang berada di angka 5,9% atau lebih rendah dari sebelumnya 6,2%.
“Penurunan harga minyak hingga ke bawah US$ 30 per barel juga mempengaruhi harga gas alam,” ujar Ibrahim.
Dalam jangka panjang, kebutuhan gas alam berpeluang meningkat sebagai bahan bakar pembangkit lsitrik menggantikan batubara. Namun, di tengah perlambatan ekonomi saat ini, perpindaan pembangkit listrik dari tenaga batubara ke gas alam sulit terjadi. Pasalnya, pembangunan pembangkit listrik baru membutuhkan biaya yang cukup besar. “Dalam kondisi krisis ekonomi seperti ini, negara belum mampu membangun pembangkit listrik gas alam,” lanjut Ibrahim.
Di kuartal pertama tahun ini, Ibrahim menduga pergerakan harga gas alam akan berada di kisaran US$ 1,8 – US$ 2,22 per mmbtu. Namun, hingga akhir tahun gas alam diharapkan mulai menguat setelah ada perbaikan ekonomi global.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News