Reporter: Riska Rahman | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - TANGERANG. Maskapai penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) menargetkan pertumbuhan pendapatan double digit pada tahun depan. Proyeksi itu tak hanya dicapai melalui bisnis maskapai, melainkan dukungan lini bisnis lainnya.
Direktur Utama GIAA Pahala Nugraha Mansury menargetkan pertumbuhan pendapatan GIAA bisa mencapai 11% hingga 12% year-on-year (yoy) di sepanjang 2018. Target itu akan didukung antara lain melalui peningkatan pendapatan non penumpang seperti pendapatan kargo dan ancillary, misalnya penjualan barang di pesawat.
GIAA juga akan menggenjot loyalty program. "Pendapatan non penumpang bisa tumbuh 15% sehingga mampu menopang kinerja pada tahun depan," kata Pahala, kemarin.
Dari faktor eksternal, manajemen GIAA mengharapkan kondisi perekonomian semakin membaik sepanjang 2018, sehingga dapat membantu mencapai target tersebut.
Di sisi lain, bencana alam seperti erupsi Gunung Agung diharapkan segera usai agar penerbangan ke Bali kembali normal dan mendukung pencapaian target manajemen.
Pahala urung menyebutkan proyeksi laba bersih tahun depan. "Yang jelas, di tahun depan untuk maskapainya saja kami bisa beroperasi secara break-even," terang dia. Hingga akhir tahun ini, GIAA bertekad menekan kerugian hingga senilai US$ 215 juta.
Potensi pendapatan
Direktur Investa Saran Mandiri, Hans Kwee, menilai perhelatan Asian Games pada Agustus 2018 dan pelaksanaan Pilkada serentak di berbagai daerah di Indonesia berpotensi mendongkrak kinerja GIAA. "Asian Games yang diadakan di dua kota bisa jadi sentimen positif untuk GIAA," ujar Hans.
Selain itu, daya beli masyarakat yang diprediksi meningkat di tahun politik bisa mendorong kinerja maskapai ini. Namun, GIAA masih memperoleh tantangan dari persaingan dengan maskapai penerbangan lain, terutama persaingan harga.
Tak hanya itu, GIAA harus menanggung biaya besar dari bahan bakar lantaran harus dibayar dengan menggunakan mata uang dollar Amerika Serikat (AS). Hal itu membuat GIAA tak hanya harus menanggung beban bahan bakar, melainkan juga beban kurs.
"Namun, pergerakan harga minyak tahun depan akan cenderung flat sehingga tak banyak mempengaruhi kinerja GIAA," tutur Hans.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News