Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Demi menyehatkan laporan keuangannnya, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) berencana melakukan penambahan modal. Belum jelas seperti apa langkah GIAA dalam menambah modal. Namun opsinya antara lain dengan Penawaran Umum Terbatas (PUT) dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau penjualan aset produktif.
Tadinya, GIAA merasa butuh melakukan penambahan modal ini di tahun 2015. Namun, Direktur Utama GIAA Emirsyah Satar mengaku bahwa aksi tersebut tak akan pihaknya lakukan dalam jangka pendek. “Penambahan modal itu untuk jangka panjang. Bukan sekarang,” sebut Emir, dalam pesan singkatnya kepada KONTAN, Minggu, (10/8).
Ia pun mengaku bahwa tidak ada masalah dengan kondisi keuangan GIAA saat ini. Padahal, kinerja GIAA dibayangi rapor merah. Rugi yang dialami membengkak dari US$ 10,92 juta di semester pertama 2013 menjadi US$ 211,7 juta pada semester pertama 2014. Padahal, pendapatan usahanya naik tipis dari US$ 1,55 miliar ke posisi US$ 1,59 miliar.
Rasio utang terhadap modal atau Debt to Equity Ratio (DER) GIAA tercatat 1,96 kali. Liabilitas yang dimiliki mencapai US$ 2,04 miliar. Sedangkan ekuitasnya US$ 1,04 miliar. Karena itulah GIAA perlu meningkatkan kondisi ekuitasnya.
Terkait rencana penambahan modal tersebut, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan bahwa tak ada dana di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 serta Rancangan Anggaran Pendapatan an Belanja Negara (RAPBN) 2015 untuk melakukan aksi tersebut. “Tidak ada alokasi anggaran Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk Garuda,” ujar Sekretaris Kementerian BUMN, Imam Apriyanto Putro, kepada KONTAN.
Sekedar informasi, pemerintah tercatat menguasai 60,5% kepemilikan di GIAA. Imam bilang apabila nantinya hanya negara yang melakukan penambahan modal kepada GIAA, maka kepemilikan saham publik akan terdilusi.
Kemudian, GIAA pun tak bisa melakukan penjualan aset produktif. Imam menjelaskan bahwa telah ada garis persyaratan mengenai penjualan aset. Penjualan yang diperbolehkan yakni aset yang memang dibutuhkan pemerintah untuk kepentingan umum atau aset yang terkena perluasan wilayah. Bisa juga, tujuan penjualannya untuk membiayai kebutuhan dana terkait pegawai, karena perintah pengadilan, atau dibelikan aset kembali (asset to asset).
Sampai saat ini, Imam pun mengaku bahwa belum ada permohonan direksi untuk penambahan modal GIAA. Sebagai tambahan, GIAA baru saja melakukan right issue di kuartal pertama 2014. Kala itu, GIAA menerbitkan 3,22 miliar saham baru atau setara 12,48% modal disetor dan ditempatkan, pada harga Rp 460. Emiten transportasi udara ini pun memperoleh dana segar Rp 1,48 triliun. Pekan lalu, saham GIAA tutup harga Rp 419. Angka tersebut memerah 0,24% dibanding hari sebelumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News