Reporter: Yoliawan H | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa kasus gagal bayar bunga ataupun pokok obligasi yang terjadi di sepanjang tahun 2018 ini menjadi perhatian khusus pasar modal Indonesia. Terutama, ketika inklusi dan literasi keuangan terkait pasar modal digalakkan.
Tengok saja beberapa kasus gagal bayar yang terjadi dari emiten seperti PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI), PT Tiga Pilar Sejahtera Food (AISA) dan surat utang jangka menengah (medium term note) PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance).
Tidak tanggung-tanggung nilai obligasi yang bermasalah mencapai triliunan rupiah.
Emisi obligasi TAXI sendiri senilai Rp 1 triliun dan terpaksa perusahaan harus menunda kewajiban pembayaran bunga obligasi karena permasalahan bisnis yang mulai tergerus.
AISA pun mulai terjadi masalah dalam menghadapi kewajiban bunga obligasi mereka untuk obligasi dan sukuk senilai Rp 600 miliar, Rp 300 miliar dan Rp 1,2 triliun.
Selain itu, SNP Finance pun terkendala dalam penyelesaian kewajiban MTN mereka senilai Rp 1,8 triliun. Dalam kasus ini, investor institusi dan ritel turut terseret tiga kasus ini.
Menanggapi kondisi ini, Pengamat Pasar Modal, Satrio Utomo mengatakan, gagal bayar secara umum ini merupakan bagian dari risiko investasi
“Ini arahnya memang lebih ke arah risiko investasi karena memang dari awal penerbitan obligasi sudah sesuai dengan mekanisme yang dilaksanakan seperti dari rating ataupun fundamental. Kejadian ini terjadi setelah obligasi sudah diterbitkan,” ujar Satrio kepada Kontan, Senin (10/12).
Terkait good corporate governance, menurutnya, bukan sepenuhnya dijadikan permasalahan karena memang kegagalan ini sebagian besar terjadi dari risiko bisnis dan risiko regulasi. Investor diharapkan lebih teliti sebelum masuk ke obligasi dan menimbang potensi bisnis lebih jangka panjang karena memang sifat obligasi yang long term.
Direktur Utama PT Investa Saran Mandiri, Hans Kwee menilai, faktor utama yang harus diperhatikan adalah fundamental dari penerbit obligasi tersebut.
“Tentu dengan adanya kejadian ini, harus lebih berhati-hati karena memang berbeda dengan obligasi pemerintah yang berisiko, obligasi koporasi itu ada risikonya. Keberlangsungan bisnis dan fundamental harus sangat diperhatikan, jadi investor harus lebih teliti,” ujar Hans.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News