Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Beberapa waktu belakangan, sejumlah emiten ramai-ramai menggalang pendanaan melalui penerbitan saham baru. Salah satu mekanisme yang dipilih adalah rights issue alias penerbitan saham dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD).
Namun, kebanyakan perusahaan tidak memiliki pihak ketiga yang bertindak sebagai pembeli siaga (standby buyer). Mereka hanya mengandalkan sang pemilik. Selain bersedia mengeksekusi haknya, para pemegang saham utama ini juga bertindak sebagai sapu jagat alias standby buyer.
Tentu, hal ini berpotensi membuat kepemilikan saham sang pemilik menggemuk jika pemegang saham lain tidak menggunakan haknya. Termasuk, pemegang saham publik.
Seperti diketahui, mulai pertengahan tahun 2013, kondisi pasar saham domestik bergejolak. Tidak sedikit investor yang menjauh dari instrumen bersifat ekuitas ini. Nah, apakah hal ini yang menjadi alasan para pemilik untuk bersedia menyerap sebagian atau seluruh saham yang dikeluarkan perusahaannya.
Atau, memang niat para pemilik yang ingin memperbesar kepemilikan. Beberapa perusahaan yang menjadikan pemilik sebagai standby buyer antara lain PT Pan Brohters Tbk (PBRX), PT Provident Agro Tbk (PALM), dan PT Island Concepts Indoensia Tbk (ICON).
Iswardeni, Sekretaris Peruashaan PBRX mengatakan, alasan pemegang saham yang bersedia menjadi pembeli siaga adalah karena pemegang saham yakin kalau potensi pertumbuhan bisnis PBRX akan tinggi.
"Kalau dibilang susah mencari pembeli siaga di luar pemegang saham, tidak juga ya," kata dia beberapa waktu lalu. PBRX berniat menerbitkan 3,39 miliar saham baru atau 110% dari total modal disetor dan ditempatkan penuh perseroan saat ini.
Harga eksekusi Rp 300 per saham. Sehingga total dana yang bisa dihimpun dari hajatan ini mencapai Rp 1,01 triliun. PT Trisetijo Manunggal Utama (TMU) menyatakan siap mengeksekusi seluruh haknya dan menyerap sisa saham yang tersisa.
Pemegang saham lama yang tidak melaksanakan HMETD akan mengalami penurunan kepemilikan hingga 52,38% setelah PUT III. Dengan asumsi TMU menyerap seluruh saham baru PBRX, maka kepemilikannya akan meningkat dari 26,33% menjadi 64,92%.
Sedangkan, PT Ganda Sawit Utama akan tergerus dari 19,86% menjadi 9,46%. Begitu pula porsi UBS AG Singapore Non Treaty Omnibus yang sahamnya akan mengempis dari 5,51% menjadi 2,62%. Adapun, porsi saham publik menyusut dari 47,3% menjadi hanya 23%.
Begitu pula dengan PALM. Perseroan telah mencatatkan saham barunya di Bursa Efek Indoensia (BEI) pada 6 Desember 2013. Total saham baru itu berjumlah 2,11 miliar saham. PALM tidak mempunyai pembeli siaga.
Perseroan belum mengumumkan secara resmi mengenai hasil penyerapan rights issue itu. Namun, pemegang saham utama PALM, yakni PT Saratoga Sentra Business (PSB) dan PT Provident Capital Indonesia (PCI) bersedia membeli seluruh saham baru PALM yang tidak terserap secara pro rata.
Dengan asumsi pemegang saham publik tidak mengeksekusi haknya, maka SSB dan PCI masing-masing akan membeli 1,055 miliar saham baru. Dengan demikian, total kepemilikan saham mereka masing-masing akan menjadi 3,19 miliar atau 45,31%. Sebelumnya, keduanya mengempit 43,3%. Sedangkan saham publik terdilusi dari 13,4% menjadi hanya 9,38%.
Devin Antonio Ridwan, Direktur Keuangan PALM tidak mengatakan alasan secara jelas mengapa pihaknya tidak memiliki standby buyer. "Kami hanya diminta demikian (oleh pemegang saham)," kata dia.
Begitu pula dengan ICON. Pemilik perusahaan, Frans Bambang Siswanto bersedia mengeksekusi 150 juta saham baru yang akan diberbitkan ICON. Jumlah ini setara dengan 62,96% dari total saham baru yang diterbitkan.
Dengan asumsi hanya Frans yang mengeksekusi, maka setelah HMETD, Frans akan menguasai 71,47% saham ICON dari sebelumnya 65,59%. Pemilik lain, Graham James Bristow akan terdilusi dari 5,16% menjadi 4,27%. Begtitu pula kepemilikan publik yang akan menyusut dari 29,25% menjadi 24,24%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News