Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Nilai tukar rupiah mendekati level terburuk sejak 1998. Faktor kebijakan tarif impor Donald Trump dan kasus mega korupsi Pertamina melatarbelakangi anjloknya rupiah.
Mengutip Bloomberg, Jumat (28/2), kurs rupiah spot di posisi Rp 16.596 per dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah mendekati pelemahan yang pernah dicapai sebelumnya di Rp 16.800 per dolar AS yang tercatat pada 17 Juni 1998.
Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin melihat, adanya kesamaan mengenai pelemahan rupiah saat ini dengan tahun 1998. Faktor kuatnya dolar AS dan menurunnya kepercayaan investor telah mendorong arus keluar (outflow) dari Indonesia.
Nanang memaparkan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah ke level terendah di tahun 1998, bermula sejak pelemahan yang terjadi di pertengahan tahun 1997. Kala itu, rupiah melemah drastis dari Rp 2.450 per dolar AS pada Juni 1997 menjadi Rp 13.513 per dolar AS pada akhir Januari 1998.
Baca Juga: Rupiah Terus Menguat ke Rp 15.485 Per Dolar AS di Tengah Hari, Terkuat di Asia
Rupiah anjlok akibat tingginya utang luar negeri ketika itu yang mencapai US$138 miliar pada Maret 1998, dengan sekitar setengahnya merupakan utang sektor swasta. Sebagian besar utang jangka pendek dan jatuh tempo pada akhir 1998, sehingga meningkatkan tekanan pada cadangan devisi negara.
Ditambah lagi, lanjut Nanang, kondisi politik yang tidak stabil memperparah kurs rupiah kala itu karena pemerintah kurang sigap dalam mengelola masalah ekonomi yang semakin buruk. Disertai pula lemahnya sistem perbankan, termasuk tingginya kredit macet dan manajemen risiko (risk management) yang buruk, pada akhirnya memperparah krisis moneter.
‘’Kini rupiah yang hampir memasuki batas pelemahan psikologis Rp 17.000 per dolar AS, juga karena penguatan dolar atas kebijakan tarif Donald Trump yang membuat ketidakstabilan di pasar global,’’ jelas Nanang kepada Kontan.co.id, Senin (3/3).
Dari dalam negeri, Nanang menuturkan, silih berganti kabar mengenai kasus korupsi besar telah mengikis kepercayaan investor. Seperti baru-baru ini korupsi melibatkan tata kelola minyak mentah oleh pertamina yang menyebabkan kerugian negara hingga ratusan triliun rupiah.
‘’Skandal ini (pertamina) menurunkan kepercayaan investor dan mendorong outflow, yang berkontribusi pada pelemahan rupiah,’’ imbuh dia.
Menurut Nanang, rupiah diperkirakan akan tetap berfluktuasi pada level Rp 16.000 per dolar AS dalam jangka pendek. Jika adanya penembusan level Rp 17.000 per dolar AS, itu karena faktor eksternal dan internal yang sangat negatif.
Sementara bila pembalikan harga menguat di bawah Rp 16.000 per dolar AS, rupiah mungkin mendapatkan dukungan dari pulihnya kondisi ekonomi global dan domestik, serta kebijakan moneter yang efektif diterapkan.
Nanang menilai, langkah-langkah bank sentral Indonesia kemungkinan akan dilakukan untuk menanggapi pelemahan rupiah. Bank Indonesia (BI) dapat melakukan intervensi di pasar valuta asing (valas) untuk menstabilkan rupiah seperti mempertahankan suku bunga BI pada level 5.75%.
Hanya saja, faktor tarif Trump yang akan segera berlaku dan kasus mega korupsi Pertamina masih menjadi sentimen negatif investor. Trump bakal menerapkan tarif impor 25% kepada Kanada dan Meksiko yang sebelumnya tertunda pada 4 Maret 2025 dan tambahan tarif 10% untuk China.
Penerapan tarif impor Donald Trump besok dapat menimbulkan ketidakpastian di pasar global dan mempengaruhi mata uang emerging market. Dengan kondisi perlambatan ekonomi global dapat mendorong investor mencari aset aman seperti dolar.
‘’Ketidakstabilan politik dan kasus korupsi besar dapat menurunkan kepercayaan investor asing,’’ kata Nanang.
Berdasarkan data Bank Indonesia, transaksi selama 24 – 27 Februari 2025, nonresiden atau asing tercatat jual neto sebesar Rp 10,33 triliun. Rinciannya terdiri dari jual neto sebesar Rp 7,31 triliun di pasar saham, jual neto Rp 1,24 triliun di pasar SBN, dan jual neto Rp1,78 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Selama tahun 2025, berdasarkan data setelmen s.d. 27 Februari 2025, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp15,47 triliun di pasar saham, beli neto sebesar Rp 12,86 triliun di pasar SBN dan Rp7,67 triliun di SRBI.
Secara keseluruhan, Nanang memproyeksi bahwa rupiah masih akan stabil pada level Rp 16.000 per dolar AS hingga akhir tahun 2025, dengan mempertimbangkan situasi global dan domestik saat ini. Potensi penguatan rupiah mungkin hanya mencapai Rp 15.800 per dolar AS.
Adapun rupiah siang hari ini (3/3), terpantau menguat ke level Rp 16.484 per dolar AS. Mata uang garuda membalikkan pelemahan dengan penguatan 0,67% dari level penutupan akhir pekan lalu Rp 16.596 per dolar AS.
Baca Juga: Nasabah Valas Wajib Merapat, Cek Kurs Dollar-Rupiah di Bank Mandiri pada Senin (3/3)
Selanjutnya: Waskita Beton (WSBP) Hadapi Permohonan Pembatalan Homologasi
Menarik Dibaca: Resep Puding Cappucino Cincau yang Lembut dan Kenyal, Sajian Favorit Buka Puasa
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News