Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bursa Efek Indonesia (BEI) menyematkan notasi B pada enam saham karena terjerat pailit akibat tidak mampu membayar utang kepada kreditur. Keenam saham tersebut adalah PT Grand Kartech Tbk (KRAH), PT Cowell Development Tbk (COWL), PT Golden Plantation Tbk (GOLL), PT Nipress Tbk (NIPS), PT Hanson International Tbk (MYRX), dan PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ).
Terkecuali GOLL, lima emiten lainnya sudah dinyatakan pailit berdasarkan keputusan Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri pada tingkat pengadilan pertama maupun Mahkamah Agung di tingkat kasasi. Sejalan dengan perkara pailit ini, BEI melakukan penghentian sementara (suspensi) perdagangan efek enam emiten tersebut hingga terancam dihapuskan pencatatannya (delisting).
Suspensi pada KRAH, COWL, GOLL, NIPS, dan MYRX sudah berlangsung lebih dari batas waktu yang ditentukan sehingga memenuhi syarat untuk dilakukannya delisting, yakni 24 bulan. Sementara FORZ baru akan mencapai suspensi 24 bulan pada 30 Agustus 2023.
Baca Juga: Investor Saham BEI Wajib Tahu, Ini Emiten yang Berpotensi Ditendang Dari Bursa
Direktur Penilaian BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, meski suspensi saham sudah melampaui batas waktunya sehingga memenuhi syarat dilakukannya delisting, Bursa tidak serta merta menghapus perusahaan tercatat tersebut. Bursa senantiasa melakukan upaya agar perusahaan tetap tercatat di Bursa.
Misalnya dengan melakukan permintaan penjelasan dan/atau dengar pendapat dengan perusahaan yang bersangkutan sebagai bentuk pembinaan oleh Bursa. "Hal ini untuk mengetahui perihal kendala yang dihadapi dan upaya yang dijalankan dalam mengatasi masalah yang dihadapi," kata Nyoman menjawab pertanyaan Kontan.co.id, Jumat (14/10).
Baca Juga: Saat Pasar IPO AS Melemah, Pusat Aktivitas IPO Dunia Bergeser ke Asia Tahun Ini
Selain itu, dalam kondisi tertentu, Bursa juga perlu mempertimbangkan beberapa hal. Misalnya apakah perusahaan tercatat yang telah dinyatakan pailit telah memperoleh kekuatan hukum tetap/tidak atau apakah ada upaya hukum lain yang sedang dijalankan oleh perusahaan.
Hal lain yang menjadi perhatian adalah koordinasi dengan otoritas dan aparat penegak hukum apabila dibutuhkan. "Upaya ini penting dilakukan agar ketika dilakukan proses delisting, hal tersebut sudah merupakan upaya terakhir dan memang perusahaan tercatat tersebut layak untuk terkena delisting," ungkap Nyoman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News