Reporter: Auriga Agustina | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki tahun 2019, sebagian emiten memilih untuk tidak melakukan ekspansi secara agresif. Ini terlihat dari anggaran belanja modal atau capital expenditure (capex) 2019 sejumlah emiten yang cenderung sama dengan tahun ini.
Ambil contoh PT PP Tbk (PTPP), yang menganggarkan capex sebesar Rp 8 trilliun – Rp 9 trilliun untuk tahun depan. Anggaran ini diambil dari Rp 15 triliun yang sudah dialokasikan sejak tahun 2018, tetapi tidak seluruhnya diserap sebagai capex tahun ini.
Capex sejumlah emiten LQ45
Emiten | 2018 | 2019 |
ITMG | US$ 100 juta | US$ 100 juta |
BBCA | Rp 4,5 triliun | Rp 5,2 triliun |
PTPP | Rp 15 triliun | Rp 9 triliun |
WSKT | Rp 24 triliun | Rp 24 triliun |
SRIL | US$ 30 juta-US$ 40 juta | US$ 30 juta-US$ 40 juta |
TLKM | Rp 30 triliun | Rp 35 triliun |
Sumber: riset KONTAN
Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan, jika capex yang di gelontorkan masih sama, tidak menutup kemungkinan kinerja perseroan sedang melambat sehingga tidak berani melakukan ekspansi secara agresif.
Faktor yang mendorong emiten untuk tidak melakukan ekspansi secara agresif salah satunya karena kurangnya permintaan sehingga mengurangi budget untuk ekspansi. “Sementara untuk sektor kontruksi, biasanya perusahaan ingin menyelesaikan target sebelumnya sehingga mereka menunda ekspansi terlebih dahulu,” katanya.
Dia mengakui, emiten lebih menarik ketika menaikkan capex, karena mengindikasikan ekspansi yang agresif. Tetapi, tak melulu seperti itu.
Menurut dia, tidak menjadi masalah jika capex yang dianggarkan perusahaan nilainya tidak besar, yang terpenting adalah penyerapan capexnya. Investor akan bereaksi positif jika anggaran dan perencaan emiten berjalan mulus atau sesuai rencana.
“Buat apa menganggarkan capex besar tapi yang terserap hanya seperempat atau setengah, nanti dialokasikan di tahun anggaran berikutnya, “ tuturnya pada KONTAN, Minggu (2/12).
Sementara itu, Direktur Investa Saran Mandiri, Hans Kwee menilai, emiten-emiten tersebut mengambil langkah menganggarkan capex dengan jumlah yang sama dengan tahun ini karena tahun depan merupakan tahun politik, sehingga menghindari dari risiko akibat ketidakpastian.
Selain itu, fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, dan tren bunga yang dianggapnya cukup tinggi membuat korporasi lebih berhati-hati menganggarkan duit.
“Walau ada perusahaan yang menaikkan capexnya, tapi capexnya hanya naik tipis seperti Antam misalnya,” ungkapnya.
Menurut Hans, sektor yang menarik untuk dicermati di tahun depan adalah kontruksi dan infrastruktur. Dia memprediksi, Presiden Joko Widodo akan melanjutkan masa jabatannya, sehingga pembangunan masih akan terus dilakukan.
Selain itu, dia menyarankan hindari saham komoditas karena tahun depan diprediksi terjadi pelambatan ekonomi dunia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News