Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten kawasan industri tampak masih prospektif di kuartal terakhir tahun 2024. Salah satu penopangnya berasal dari investasi ekosistem electric vehicle (EV) di kawasan industri milik para emiten.
Tengok saja, PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) yang ditopang pertumbuhan kawasan di Subang Smarpolitan yang mulai menarik investasi sejumlah tenant usai beroperasinya Jalan Tol Subang-Patimban dan Pelabuhan Patimban.
Analis Bahana Sekuritas Indonesia, Arvin Lienardi mengatakan, kinerja SSIA juga didorong oleh dibukanya pabrik BYD di kawasan industri Subang.
Apalagi, masuknya investasi Grup Djarum sebesar Rp 3 triliun dan investasi 6,05% saham SSIA oleh Grup Barito via PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA).
“Kehadiran BYD di area tersebut membuktikan reputasi kuat SSIA,” ujarnya dalam riset tertanggal 6 Oktober 2025.
Baca Juga: Perintis Triniti Properti (TRIN) Divestasi Anak Usaha Rp 325 Juta, Begini Rinciannya
Saham SSIA naik 1,96% dalam sebulan terakhir dan melesat 54,65% sejak awal tahun alias year to date (YTD).
Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI) Muhammad Wafi mengatakan, jika dilihat pergerakannya, SSIA naik secara YTD berkat kombinasi dua sentimen kuat.
Yaitu, masuknya BYD di Subang Smartpolitan dan ekspektasi sinergi proyek energi hijau Grup Barito di kawasan tersebut.
“Market menilai SSIA punya katalis konkret dan visibilitas pendapatan yang kuat untuk 2026 ke depan,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (8/10).
Sayangnya, saham emiten di industri yang sama, terpantau turun. PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS) turun 0,74% dalam sebulan dan turun 9,40% YTD.
Saham PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) juga turun 7,07% dalam sebulan dan terkoreksi 1,08% YTD.
Sementara saham KIJA dan DMAS relatif tertinggal karena pipeline penjualan lahan baru mereka belum seagresif SSIA. Hal itu juga ditambah faktor valuasi yang udah lebih tinggi sebelumnya.
“Jadi perbedaan performa ini bukan sekadar hype, tapi juga soal narrative clarity. SSIA punya cerita besar yang sedang ‘on progress’,” ungkapnya.
Prospek dan Rekomendasi
Wafi melihat, prospek emiten kawasan industri masih positif di semester II 2025 dan di tahun 2026 seiring momentum reindustrialization & FDI dari Asia Timur, khususnya EV, solar, dan data center.
SSIA dinilai masih paling bagus di antara peers karena lahan Subang makin diminati tenant otomotif dan energi baru.
DMAS masih diuntungkan basis kuat di Bekasi dan Karawang, meski kecepatan pendapatan prapenjualan (marketing sales) mungkin melambat di semester II.
Sementara, KIJA perlu waktu buat pemulihan, tapi katalis bisa datang dari pengembangan kawasan Kendal Industrial Park dan potensi tenant baru berbasis logistik.
“Jadi rotasi jawara masih bisa terjadi, tapi SSIA tetap kandidat utama sampai pipeline BYD dan Barito benar-benar terealisasi,” paparnya.
Wafi pun merekomendasikan hold untuk SSIA dengan target harga Rp 1.950 per saham. Rekomendasi trading buy disematkan untuk DMAS dan KIJA dengan target harga masing-masing Rp 140 per saham dan Rp 220 per saham.
Arvin menuturkan, pendapatan hotel bisa bertumbuh hingga double digit SSIA hingga 129% YoY di tahun 2026, berkontribusi sekitar 15% pada tahun depan.
Sementara, segmen konstruksi berkontribusi 51% ke pendapatan SSIA pada tahun 2026-2027.
“Kerjasama dengan Grup Barito ditandai dengan kontrak senilai Rp 50 miliar dengan anak usaha SSIA, PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA) untuk membangun infrastruktur di Griya Idola Patimban Industrial Park,” katanya.
Arvin pun merekomendasikan beli untuk SSIA dengan target harga Rp 2.500 per saham.
Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana melihat, pergerakan saham KIJA ada di level support Rp 179 per saham dan resistance Rp 186 per saham. Namun, Herditya masih merekomendasikan wait and see untuk KIJA.
Selanjutnya: Kemendagri Punya Tiga Wamen, Tito: Indonesia Soalnya Luas
Menarik Dibaca: 6 Efek Negatif Seks Setiap Hari bagi Wanita, Awas Vagina Robek!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News