Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten menghadapi persoalan terkait obligasi belakangan ini. PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex misalnya, memutuskan untuk menunda penerbitan obligasi global US$ 325 juta karena kondisi pasar yang belum membaik.
Sritex juga menghadapi kendala dalam pengajuan perpanjangan tenor selama dua tahun untuk pinjaman sindikasi US$ 350 juta yang jatuh tempo pada 2022. Berdasarkan informasi yang beredar, para kreditur mempertimbangkan kembali perpanjangan tenor ini karena penurunan peringkat yang diberikan Moody's kepada Sritex pada Desember 2020.
Batas waktu bagi para pemberi pinjaman untuk memberikan keputusan ini adalah pada 2 Februari 2021. Akan tetapi, saat dikonfirmasi terkait proses ini, Sritex belum bisa memberikan keterangan. "Kami akan keluarkan rilis mengenai ini ya. Saya kabari lagi," kata Corporate Communications Sritex Joy Citradewi saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (3/2).
Merujuk Bloomberg, Selasa (2/2), PT Pan Brothers Tbk (PBRX) juga dikabarkan menunda penawaran obligasi global US$ 350 juta hingga kuartal kedua 2020. Padahal, awalnya Pan Brothers berencana mendekati investor pada bulan ini.
Baca Juga: Ini instrumen investasi paling unggul di bulan Januari 2021
Saat dikonfirmasi, Sekretaris Perusahaan Pan Brothers Iswar Deni mengatakan, rencana penerbitan ini akan menggunakan buku Desember 2020 yang telah diaudit. Oleh sebab itu, kemungkinan penerbitannya adalah setelah laporan keuangan tahun 2020 audited dirilis.
Pada 1 Februari 2021, PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) juga mengajukan permohonan perubahan perjanjian obligasi ke pemegang obligasi yang jatuh tempo pada 2022. Dalam permohonan perubahan tersebut, Gajah Tunggal meminta fleksibilitas untuk bisa menambah utang untuk tujuan pembiayaan kembali fasilitas pinjaman yang ada.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menilai, para emiten menunda penerbitan obligasi karena risiko bisnis yang meningkat akibat pandemi berkelanjutan. Sebagaimana diketahui, emiten-emiten tersebut memiliki pangsa pasar di luar negeri. Dengan begitu, pandemi Covid-19 yang terus berlanjut berpotensi memengaruhi pendapatan dan arus kas emiten ke depannya.
Selain itu, saat ini, para pelaku pasar obligasi jauh lebih berhati-hati dalam berinvestasi di instrumen ini. Menurut Wawan, investor akan mencari obligasi dengan peringkat yang lebih tinggi. "Investor juga akan mencari imbal hasil yang lebih tinggi karena risikonya besar," ungkap Wawan.
Baca Juga: Distribusi obligasi PP Properti (PPRO) ditunda
Di sisi lain, Portfolio Manager Sucorinvest Asset Management Dimas Yusuf menilai, pasar obligasi saat ini masih baik bagi para emiten yang mau menerbitkan obligasi. Pasalnya, nilai tukar rupiah relatif stabil dan yield obligasi cenderung terus turun.
"Jadi, sebenarnya kami memperkirakan, penerbitan obligasi pada tahun 2021 ini akan lebih banyak dibanding 2020," kata Dimas. Meskipun begitu, ketidakpastian masih menyelimuti pasar obligasi seiring masuknya Indonesia dan negara lainnya dalam masa pemulihan dari pandemi.
Oleh karena itu, menurut Dimas, emiten-emiten masih meninjau ulang rencana penerbitan surat utangnya. Emiten juga tengah menyelaraskan waktu penerbitan obligasi dengan prospek bisnis yang ada.
Baca Juga: Bank jumbo tetap buka opsi pendanaan meski likuiditas melimpah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News