Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - Pelemahan daya beli masyarakat masih terlihat. Berdasarkan data pemerintah, pertumbuhan konsumsi swasta di kuartal II-2017 hanya 4,95%. Angka ini di bawah pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang mencapai 5,01% di periode yang sama.
Survei konsumen Bank Indonesia juga menunjukkan, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) di Agustus 2017 mencapai 121,9 atau turun 1,5 poin dibanding Juli 2017. Padahal, di Juli, IKK sempat meningkat signifikan.
Selain itu, Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) Agustus turun 2,6 poin dari Juli. Penurunan ini terjadi karena ada penurunan pada indeks penghasilan saat ini dan ketepatan pembelian barang tahan lama masing-masing 5,6 poin dan 3,7 poin. Kompak, Indeks Ekspektasi Ekonomi (IEK) juga turun 0,4 poin dari posisi Juli.
Hal ini mempengaruhi kinerja emiten barang konsumer. Kinerja perusahaan konsumer melempem. Joni Wintarja Analis NH Korindo Sekuritas, menyebut, laporan keuangan beberapa emiten konsumer terlihat melemah, seiring pelemahan daya beli. "Otomatis jika data ekonomi dalam negeri pada kuartal III-2017 masih lemah, sektor konsumer juga akan mengikuti," kata dia, Jumat (8/9).
Namun, secara umum ia menilai, kondisi kinerja emiten sektor konsumer saat ini tak ada yang mengkhawatirkan. Pendapatan para emiten masih naik, walaupun meleset dari target.
Analis RHB Sekuritas Andrey Wijaya menambahkan, pertumbuhan penjualan emiten sektor konsumer hingga semester I-2017 terlihat melambat. Ini lantaran daya beli masyarakat masih lemah. "Masih ada pertumbuhan tapi melambat," ungkap dia.
Mimi Halimin, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia, menjelaskan, pelemahan daya beli kuat kaitannya dengan ketersediaan lapangan kerja. "Indeks ketersediaan lapangan kerja dalam komponen kondisi ekonomi saat ini berada di bawah 100. Ini menunjukkan pesimisme konsumen," tulis dia dalam risetnya, 23 Agustus lalu.
Tambah lagi, sejumlah industri padat karya, seperti industri semen dan rokok menghadapi kesulitan, karena perlambatan permintaan. Ini juga mempengaruhi pembelian barang konsumer.
Namun, Mimi tetap optimistis ekonomi Indonesia akan membaik. Ada beberapa alasan. Pertama, penyerapan tenaga kerja meningkat seiring meningkatnya realisasi investasi. "Indikasi ini seharusnya dapat menenangkan kekhawatiran konsumen terhadap ketersediaan lapangan kerja," tegas Mimi.
Kedua, pemerintah mengusulkan kenaikan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2018 untuk Kementerian Sosial dari Rp 17,2 triliun menjadi Rp 34,0 triliun. "Kami percaya pemerintah memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan memulihkan daya beli di tahun depan," tambah Mimi.
Peran pemerintah
Joni sepakat peran pemerintah diperlukan untuk merangsang ekonomi agar lebih aktif lagi. Selain itu, optimisme pengusaha dan konsumen perlu dijaga. Dengan begitu, emiten di sektor konsumer dapat bergerak positif.
Joni menilai emiten sektor rokok berpeluang mencetak kinerja lebih baik tahun depan. Salah satu sebabnya, kenaikan tarif pita cukai masih di bawah 10%. Kinerja emiten konsumer yang bergerak di bisnis fast-moving consumer goods (FMCG) juga akan lebih baik, didukung konsumsi domestik membaik.
Saat ini, emiten konsumen yang secara fundamental masih ciamik adalah Grup Indofood dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR). Keduanya memiliki latar belakang keuangan solid. Ini membuat perusahaan tidak terlalu terpengaruh meski penjualan mengalami pasang surut dalam beberapa kuartal.
Joni menjagokan UNVR ketimbang Grup Indofood. Alasannya, emiten tersebut memiliki citra pasar yang sangat baik. "UNVR memiliki produk top di Indonesia, dengan jaringan distribusi yang sudah luas," jelas Joni.
Aspek positif lain yang mendukung keperkasaan UNVR adalah besarnya populasi penduduk usia muda dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Selain itu, rendahnya tingkat konsumsi atas produk-produk UNVR akan memberi peluang pada tingginya pertumbuhan jangka panjang bagi UNVR.
Joni memprediksi pendapatan UNVR di akhir tahun ini bisa mencapai Rp 45,2 triliun. Sementara laba bersih diperkirakan mencapai Rp 7,7 triliun. Karena itu, Joni merekomendasikan beli pada UNVR dengan target harga Rp 58.750 per saham.
Berbeda, Andrey justru menjagokan Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP) karena menjajakan barang kebutuhan pokok dan kinerja lebih stabil. Ia merekomendasikan buy di target harga Rp 10.200 bagi saham ICBP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News