Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Agung Jatmiko
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Naiknya emisi saham emiten yang baru melakukan initial public offering (IPO), rupanya belum jadi jaminan pendongkrak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Ini karena, rata-rata kapitalisasi pasar emiten-emiten tersebut masih tergolong kecil.
Sebagai informasi, menurut statistik pasar modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juli 2018, diketahui emisi saham IPO sudah mencapai Rp 11,97 triliun. Jumlah tersebut lebih besar ketimbang periode yang sama tahun lalu yakni Rp9,60 triliun.
Sedangkan dari sisi jumlah emiten, per Juli 2018 tercatat sudah ada 30 emiten yang melakukan IPO. Angka tersebut, mendekati capaian IPO emiten tahun lalu yakni 38 emiten hingga akhir tahun.
Analis Semesta Indovest Sekuritas Aditya Perdana Putra mengatakan, kapitalisasi pasar saat ini masih didominasi oleh perbankan, barang konsumsi dan infrastruktur. Sehingga, pertumbuhan emisi saham IPO baru tidak memberikan dampak signifikan pada gerak IHSG.
"Enggak terlalu terdampak, karena kalau dibagi porsinya dengan total market cap (IHSG), mereka (IPO Baru) mungkin hanya nol koma sekian persen. Jadi impactnya less," kata Aditya kepada Kontan, Senin (13/18).
Selain itu, Aditya menilai harga saham emiten IPO baru cenderung naik, namun dari sisi laporan keuangan belum cukup baik.
"Harga gila-gilaan naiknya, jadi valuasinya juga sudah cukup mahal. Jadi kalau investor mau masuk, balik lagi perhatikan fundamentalnya, krna sudah mahal, harganya naik dan takutnya terjebak di saham itu dan malah rugi, jadi hati-hati karena kenaikannya juga sudah enggak wajar," ungkapnya.
Sehingga, dari segi kualitas saham, Aditya menilai masih perlu dipertanyakan. Baik dari sisi fundamentalnya, dari sisi bisnisnya, dampaknya terhadap pelemahan nilai tukar rupiah. "Juga dilihat dari sisi kualitas laba keuangannya. Jadi banyak yang harus dilihat," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News