Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Sepanjang tahun 2014, Grup Lippo mampu memamerkan pencapain kinerja yang cukup gemilang. Baik bisnis perusahaan properti maupun ritel sama-sama mengalami pertumbuhan margin jika dibanding tahun sebelumnya.
Lihat saja, laba bersih PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) melejit 108,2 % menjadi Rp 2,54 triliun dari laba bersih tahun sebelumnya Rp 1,22 triliun. Kenaikan ini seiring dengan peningkatan pendapatan 74,1% menjadi Rp 11,6 triliun dari sebelumnya Rp 6,66 triliun. Alhasil, laba per-saham dasar perseroan naik menjadi Rp 111,86 dari sebelumnya Rp 53,94.
Pendapatan LPKR bersumber dari divisi usaha residential atau township, retail malls, rumah sakit, hotel dan aset management. Pendapatan dari divisi urban development naik 200% menjadi Rp 5,65 trilin didukung oleh penjualan asel Mal Kemang ke Lippo Mall Indonesia Retail Trust (LMIRT) sebesar Rp 3,37 triliun.
Sedangkan pendapatan development tumbuh 132% menjadi Rp 6,98 triliun yang memberikan kontribusi sebesar 60% terhadap total pendapatan. Sementara itu pendapatan recurring tumbuh sebesar 28% menjadi Rp 4,68 triliun dan memberikan kontribusi sebesar 40% dari total Pendapatan.
Pendapatan dari divisi healttcare bersumber dari anak usahanya PT Siloam Hospital Tbk (SILO). SILO juga menorehkan kilaunya di tahun 2014 dengan membukukan pendapatan usaha operasi (GOR) Rp 3,34 triliun, naik 33% dibanding tahun sebelumnya Rp 2,5 triliun.
Sementara EBITDA atau laba sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi SILO melesat 56% menjadi Rp 466 miliar. Alhasil, laba bersih perseroan setelah pajak meningkat menjadi Rp 60 miliar.
Pertumbuhan pedapatan usaha operasi SILO bersumber dari tujuh rumah sakit Siloam yang mampan dan memberikan kontribusi Rp 2,23 triliun atau Rp 67% dari total GOR. Sementara 13 rumah sakit baru SILO berkontribusi 33% atau sebesar Rp 1,09 triliun dana sisanya bersumber dari kontribusi anak usahanya.
Pendapatan dari pasien rawat inap Siloam tumbuh 34% dan kunjungan rawat inap 24%. Tahun lalu, Siloam telah membuka empat rumah sakit baru sehingga totalnya perseroan telah mengoperasikan 20 rumah sakit.
Anak usahanya LPKR di bidang properti, PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK). Perusahaan ini menujukkan kinerja yang signifikan dengan mencatatkan pertumbuhan laba bersih 42,9 % dari Rp 590,6 miliar menjadi Rp 844,1 miliar. Ini ditopang oleh kenaikan tajam pendapatan sepanjang tahun 2014 menjadi Rp 1,79 triliun atau naik 180,4% dari sebelumnya Rp 638,3 miliar.
Tak ketinggalan, anak usaha LPKR yang bergerak di bidang investasi dan pengembangan real estat dan properti, PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk (GMTD) mengantongi margin Rp 121,7 atau tumbuh 32,2%.
Pertumbuhan laba bersih GMTD penurunan beban pokok pendapatan perusahaan dan beban pendapatan lainnya di tengah stagnanya pendapatan perseroan. Pendapatan GMTD hanya tumbuh 5,1% menjadi Rp 316,6 miliar. Sementara beban pokok pendapatan turun 15,6% menjadi Rp 128,75 miliar dan beban pendapatan lainnya turun dari Rp 3,24 miliar menjadi Rp 1,87 miliar.
Adapun bisnis ritel grup Lippo melalui PT Matahari Departemen Store Tbk (LPPF) dan PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) juga menorehkan pertumbuhan sepanjang tahun 2014. Margin LPPF tercatat Rp 1,41 triliun atau tumbuh 23,39% dari tahun sebelumnya Rp 1,15 triliun ditopang keniak pendapatan bersih 17,33% menjadi Rp 7,92 triliun. Sementara margin MPPA terkerek menjadi Rp 554,01 miliar dari Rp 444,9 miliar.
Kiswoyo, Analis Investa saran mandiri melihat prospek grup Lippo masih cukup cerah di tahun 2015 baik dari sisi bisnis properti, rumah sakit dan hotel.
Dari sisi properti, LPKR dan LPCK memiliki land bank yang luas, memperluas ekspasi ke luar pulau jawa dan memiliki proyek-proyek yang berprospek positif. “Selain itu, porsi perdapatan berulang keduanya juga besar sehingga akan menopang kinerjanya ditengah tantangan industri properti tahun ini,” kata Kiswoyo.
Kiswoyo bilang, LPKR harus bisa ekspasi untuk pengembangan kawasan industri di wilayah-wilayah yang potensial untuk mengantisipasi perlambatan pertumbuhan sektor properti. Pasalnya, lahan industri masih memiliki prospek yang cukup cerah.
Sementara untuk Industri ritel, hypermart dan matahari masih memiliki pasar yang cukup luas lantaran perseroan terus melakukan pembukaan gerai-gerai baru. “Kendati daya beli masayarakat turun tapi konsumsi kebutuhan dasar tidak akan bisa dihindari,” ujar Kiswoyo.
Hans merekomedasikan buy untuk saham LPKR dengan target Rp 1.900 dan LPCK dengan target Rp 10.500.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News