Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Harga rata-rata atau average selling price (ASP) minyak sawit mentah (CPO) kembali bergerak dalam tren naik. Namun, hal ini belum mampu mengompensasi penurunan volume produksi emiten CPO.
Sepanjang kuartal III-2016, PT London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), misalnya, mencatatkan ASP CPO Rp 7.988 per kilogram (kg). Jumlah ini tumbuh 22% dibandingkan ASP di kuartal I-2016.
Demikian pula PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO). Di akhir September, ASP CPO emiten ini Rp 8.252 per kg, naik 31% dibandingkan kuartal pertama sebesar Rp 6.261 per kg.
Sedangkan PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT) meraih pertumbuhan ASP CPO sebesar 6% year-on-year (yoy) menjadi US$ 578 per ton di kuartal III-2016.
Tren serupa terjadi selama Oktober lalu. Dalam sepekan sejak 21 Oktober hingga 29 Oktober, ASP CPO PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) naik menjadi Rp 9.055 per kg dari sebelumnya Rp 8.740 per kg.
Namun, "Kenaikan ASP CPO belum cukup mengompensasi penurunan volume produksi," ujar Yosua Zishoki, analis MNC Securities kepada KONTAN, Selasa (1/11). Sebab, rata-rata penurunan volume produksi emiten perkebunan di level 20%, bahkan ada yang lebih.
Kondisi ini yang membuat kinerja emiten perkebunan masih tertekan. SGRO misalnya, selama sembilan bulan tahun ini volume produksinya merosot 44% menjadi 146.968 ton. Laba bersih SGRO anjlok 87% (yoy) menjadi Rp 25,51 miliar per akhir September 2016. Di periode yang sama, pendapatannya menyusut 30% (yoy) menjadi Rp 1,49 triliun.
Hal serupa dialami LSIP. Hingga kuartal III-2016, volume produksinya 220.000 ton, menyusut 20% (yoy). Alhasil, laba bersihnya turun 42% (yoy) menjadi Rp 272,3 miliar. Pendapatan LSIP juga turun 15% (yoy) ke Rp 2,6 triliun.
Kendati demikian, bukan berarti prospek emiten sektor perkebunan suram. Siklus kenaikan produksi CPO justru terjadi pada sisa akhir tahun ini. "Puncaknya di kuartal IV, produksi kami bisa naik dua kali lipat dibanding kuartal III," ujar Michael Kusuma, Investor Relation SGRO kepada KONTAN, belum lama ini.
Menurut Yosua, ada sejumlah sentimen yang mendorong permintaan CPO. Misalnya, momen keagamaan di India menjelang akhir tahun ini.
Sejumlah negara juga akan masuk musim saljuĀ sehingga suplai minyak kedelai danĀ minyak nabati lainnya tak mampu menutup permintaan. Alhasil, permintaan CPO akan naik menjadi substitusi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News