Reporter: Dian Sari Pertiwi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Efek pelemahan rupiah merembet ke mana-mana. Pelemahan mata uang Garuda ini mulai membuat khawatir emiten, terutama yang memiliki punya kebutuhan dollar Amerika Serikat (AS), baik untuk ekspansi atau bayar utang.
Bahkan, pelemahan rupiah yang masih terus berlanjut ini juga mulai membuat perusahaan yang memperoleh pendapatan dalam dollar AS waspada. Pelemahan nilai tukar rupiah bakal menyulitkan penyusunan rencana keuangan.
Ambil contoh PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA). Perusahaan ini memiliki pendapatan dalam dollar AS. Pembiayaan kegiatan operasional juga lebih banyak menggunakan dollar AS. "Pembelian suku cadang juga menggunakan dollar AS," kata Hermawan Tajobo, Sekretaris Perusahaan DSSA, Selasa (3/7).
Salah satu anak usaha DSSA, yakni Golden Energy & Resources Ltd juga baru saja menerbitkan surat utang bertenor lima tahun senilai US$ 150 juta, dengan jangka waktu lima tahun. Kupon obligasi ini sebesar 9%.
Hermawan menyebut pelemahan rupiah juga tidak mengganggu pembayaran utang. Karena mayoritas pendapatan DSSA dalam dollar AS, maka DSSA sudah memiliki natural hedging.
Porsi transaksi DSSA dalam mata uang rupiah sendiri cuma sekitar 10%. Meski begitu, emiten infrastruktur energi ini sudah bersiap mengantisipasi jika rupiah melemah lebih dalam.
Hermawan menyebut, emiten ini akan melakukan efisiensi bila rupiah melemah tajam. Ini dilakukan untuk mengurangi beban biaya yang mungkin muncul akibat transaksi dalam rupiah. "Saat ini, pelemahan rupiah masih netral bagi kami," ujar dia.
Lindung nilai
Manajemen PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST) juga terus memantau pelemahan nilai tukar rupiah. Pada awal tahun ini, perusahaan pengelola kawasan industri ini sukses mengantongi pinjaman sindikasi sebesar US$ 75 juta, dengan bunga 5,5% plus LIBOR tiga bulan. Dana hasil pinjaman tersebut digunakan untuk refinancing.
Seri, Investor Relation BEST, mengatakan, BEST masih mengandalkan hedging yang sudah dilakukan perusahaan ini untuk mengantisipasi dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap liabilitas dalam dollar AS yang dimiliki perusahaan ini. BEST sudah melakukan lindung nilai hingga US$ 40 juta.
Selain itu, pinjaman yang diperoleh BEST tergolong pinjaman balloon, yakni pinjaman yang tidak diamortisasi secara penuh menjelang akhir masa pinjaman. "Amortisasinya soft ballooning, jadi kami tidak terlalu khawatir," ungkap Seri.
Selain itu, BEST mengandalkan saldo kas dalam denominasi dollar AS. Menurut perhitungan manajemen BEST, dengan strategi lindung nilai yang sudah dilakukan saat ini, kinerja perusahaan ini masih aman meski kurs rupiah merosot sampai dengan Rp 15.000 per dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News