Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pasar finansial diliputi sentimen ketidakpastian selama bulan Oktober 2023. Eskalasi perang geopolitik Israel-Hamas (Palestina) menambah kehatian-hatian pasar yang lebih dulu mewaspadai suku bunga tinggi The Fed.
Selama Oktober, pasar saham dan obligasi sebagai instrumen investasi paling populer menunjukkan posisi yang berada dalam tekanan. Hal itu tercermin dari penurunan secara rata-rata kinerja aset saham ataupun aset surat utang.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kurang bergairah dimana menunjukkan penurunan sekitar 3,23% MoM yang ditutup pada level kisaran 6.752 pada akhir Oktober. Indeks yang terdiri dari saham-saham pilihan seperti Kompas100 ataupun LQ45 bahkan juga mengalami koreksi masing-masing sekitar 7,64% MoM dan 7,72% MoM di bulan lalu.
Aset-aset surat utang juga terpantau loyo di bulan Oktober. Indeks obligasi pemerintah mengalami koreksi 2,57% MoM, sementara obligasi korporasi sedikit turun 0,60% MoM.
Baca Juga: Performa Aset Investasi Bulan Oktober, Bitcoin Catat Kenaikan Tertinggi
SVP, Head of Retail, Product Research & Distribution Divion Henan Putihrai AM Reza Fahmi melihat, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja instrumen investasi selama bulan Oktober. Pasar di bulan lalu diselimuti ketidakpastian politik dan geopolitik akibat konflik di Timur Tengah, ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China, serta pengaruh dari pergantian pemerintahan di AS.
Reza menjelaskan, pengetatan kebijakan moneter AS telah menarik banyak aliran modal dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Meski akhirnya The Fed mempertahankan suku bunga, namun ekspektasi kenaikan bunga sudah membayangi pasar dari awal Oktober.
Kuatnya ramalan The Fed akan menaikkan bunga acuan itu pula yang mempengaruhi keputusan Bank Indonesia (BI) dalam mengerek suku bunga acuan ke level 6% secara mengejutkan. Kenaikan suku bunga BI bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan inflasi.
Terlebih lagi, Reza menambahkan, kenaikan harga minyak mentah dunia masih terjadi yang terus mendorong potensi meningkatnya biaya produksi dan inflasi. Hal tersebut menambah sentimen perlambatan ekonomi global khususnya di pasar Asia akibat krisis sektor properti Tiongkok yang berpotensi menimbulkan risiko sistemik bagi perekonomian dan pasar keuangan global.
Baca Juga: Indeks Syariah Melemah Sepanjang 2023, Cek Rekomendasi Saham yang Layak Koleksi
“Faktor-faktor tersebut menyebabkan pasar saham dan obligasi tanah air tertekan di bulan Oktober lalu, karena investor cenderung mengurangi eksposur terhadap aset-aset berisiko tinggi,” kata Reza kepada Kontan.co.id, Jumat (3/11).
Lesunya pasar saham dan obligasi dampaknya mengalir pula kepada investasi berbasis reksadana. Riset infovesta menunjukkan hanya indeks reksadana pasar uang yang mencatatkan kenaikan selama bulan lalu sekitar 0,33% MoM, sementara indeks reksadana saham, reksadana pendapatan tetap dan juga reksadana campuran kompak turun masing-masing -4,11% MoM, -0,65% MoM dan -2,45% MoM.
Di sisi lain, aset yang memiliki sifat lindung nilai (safe haven asset) seperti emas spot ataupun emas Antam telah bersinar lebih terang pada bulan Oktober. Harga emas spot naik sekitar 1,38% MoM ke level US$ 1.994 per troi ons yang berbuntut pula pada penguatan emas Antam sekitar 7,28% MoM sehingga harga melonjak jadi Rp 1.131.000 per gram.
Beberapa mata uang juga cukup tangguh di saat fundamental rupiah sendiri tengah tergerus. USD/IDR telah menguat sekitar 4,22% MoM yang membawa harga ke level Rp 15.885 per dolar AS di akhir perdagangan Oktober. SGD/IDR dan CHF/IDR juga kompak naik masing-masing sekitar 3.06% MoM dan 2.08% MoM.
Baca Juga: IHSG Naik 0,55% Hari Ini (3/11), Simak Review Sepekan
Namun penguatan harga paling signifikan justru dari aset berisiko seperti Bitcoin (BTC) dan Ethereum (ETH). Kedua aset itu memperpanjang tren positifnya dengan kenaikan harga lebih dari 26,86% MoM untuk BTC dan sekitar 6,57% MoM untuk ETH.
Menurut Reza, hasil kinerja instrumen investasi ini menandakan bahwa kondisi pasar di bulan Oktober lalu penuh dengan ketidakpastian dan risiko. Dengan demikian, investor cenderung berlindung di aset-aset aman atau alternatif yang memberikan potensi imbal hasil yang tinggi.
Terkhusus penguatan harga aset kripto disinyalir berkat adopsi dan inovasi aset kripto yang semakin luas, baik dari sisi regulasi, infrastruktur, maupun produk-produk baru, seperti exchange-traded fund (ETF) dan decentralized finance (DeFi). Seperti diketahui, tanda-tanda persetujuan unutk memperdagangkan Bitcoin ETF memang kian terbuka pada bulan lalu.
“Telah terjadi spekulasi dan ekspektasi positif terhadap aset kripto, terutama Bitcoin dan Ethereum, yang dianggap sebagai aset digita langka dan berpotensi menjadi mata uang global di masa depan,” tutur Reza.
Baca Juga: IHSG Naik 0,55% ke 6.788 Hari Ini (3/11), ARTO, EMTK, ADRO Top Gainers LQ45
Setidaknya hingga akhir tahun, Reza masih melihat aset safe haven seperti emas, mata uang hingga aset kripto bakal tetap diminati oleh investor. Tetapi fluktuasi yang tinggi juga tidak dapat terhindarkan seiring situasi global dan sentimen pasar.
Sementara itu, pasar saham dan obligasi tanah air dinilai masih akan menghadapi tantangan dari faktor-faktor global. Namun diharapkan saham dan obligasi mendapatkan dukungan dari faktor-faktor domestik, seperti pemulihan ekonomi.
Reza memproyeksikan IHSG akan bergerak di kisaran 6.200-7.100 sampai akhir tahun ini dengan potensi kenaikan, jika kondisi global dan domestik lebih kondusif. Sedangkan yield obligasi acuan SUN Tenor 10 tahun diperkirakan bergerak dalam rentang 6,5%-7,0% sampai akhir tahun dengan potensi penurunan apabila terjadi peningkatan permintaan dan penurunan penawaran obligasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News