kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekspor nikel olahan kadar 40% akan dilarang, bagaimana prospek saham nikel?


Kamis, 23 September 2021 / 18:02 WIB
Ekspor nikel olahan kadar 40% akan dilarang, bagaimana prospek saham nikel?
ILUSTRASI. Pemerintah berencana melarang ekspor produk olahan nikel dengan kadar 30%-40% demi mendorong hilirisasi nikel dalam negeri.


Reporter: Akhmad Suryahadi, Filemon Agung | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Investasi merencanakan penutupan ekspor untuk produk olahan nikel dengan kadar 30% hingga 40% demi mendorong rantai hilirisasi nikel dalam negeri.

Analis RHB Sekuritas Fauzan Luthfi Djamal menilai, rencana kebijakan pelarangan ini tidak akan berpengaruh terhadap PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Sebab, nikel yang diproduksi oleh INCO adalah nikel matte dengan kadar 78%. Selain itu, hasil produksi INCO juga dijual kepada Sumitomo dan juga Global Vale

Sebelumnya, Chief Financial Officer (CFO) Vale Indonesia Bernardus Irmanto memastikan produk olahan nikel Vale adalah nickel matte dengan kandungan nikel 78% atau di atas batas kandungan 70%.

"Kemungkinan wacana pelarangan ekspor tersebut adalah untuk mendorong tumbuhnya hilirisasi produk nikel di Indonesia, terutama untuk produk nickel pig iron (NPI)/feronikel (FeNi) dengan kandungan nikel di bawah 40%," terang Bernardus kepada Kontan.co.id, Selasa (21/9).

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengatakan, saat ini yang bisa memproduksi nikel dengan kadar di atas 70% hanya Vale Indonesia. “Selama ini pabrik-pabrik hanya mengolah feronikel. Feronikel berapa persen kadarnya? Mungkin hanya 10% sampai maksimal 22%,” terang Meidy dalam siaran IDX Channel Live, Kamis (23/9).

Baca Juga: Ini tanggapan pengusaha soal rencana pemerintah melarang ekspor olahan nikel 30%-40%

Namun, Fauzan meyakini pasar nikel domestik masih terbuka lebar. Kerjasama antara PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dengan Tsingshan juga akan membuka potensi penjualan di pasar domestik.

Fauzan menyebut, pada tahun ini, produksi NPI Indonesia dengan kadar 2%-10% berpotensi menyentuh angka 385.000 ton per tahun, meningkat dari 190.000 ton per tahun di 2020. Sebagian besar berasal dari kapasitas Tsingshan Group di Indonesia.

“Sampai 2024-2025 industri nikel Indonesia masih akan berfokus untuk pemenuhan permintaan sektor baja anti karat (stainless steel),” terang Fauzan kepada Kontan.co.id, Kamis (23/9).

Sementara itu, Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Setya Ardiastama melihat, aturan pelarangan ekspor olahan nikel dengan kadar 30%-40% tersebut dapat memberikan hambatan pada aliran investasi yang masuk. dimana serapan nikel akan dominan dari dalam negeri.

Di lain sisi, upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas ekspor dengan mempertimbangkan cadangan nikel dalam negeri juga dinilai cukup baik bagi industri nikel sendiri. “Mengingat saat ini kebutuhan industri cukup kuat di tengah kenaikan harga dalam satu tahun belakangan,” terang Okie kepada Kontan.co.id, Kamis (23/9).

Okie meyakini, kenaikan harga jual nikel dan peningkatan volume produksi nikel dari dalam negeri bisa mengurangi dampak negatif larangan ekspor nikel tersebut. Terlebih, saat ini pemerintah juga dinilai cukup serius dalam mendorong industri hilirisasi nikel terutama untuk produk NPI/Fe Ni dengan kandungan nikel di bawah 40%. “Sehingga harapannya hal tersebut dapat berdampak pada kelanjutan bisnis dalam jangka panjang,” ujar dia.

Pilih ANTM atau INCO?

Dari sisi valuasi, saat ini saham ANTM diperdagangkan lebih murah, yakni dengan P/E 27 kali, sedangkan INCO diperdagangkan dengan valuasi sebesar 38 kali. Valuasi INCO yang lebih premium dikarenakan 100% penjualan INCO berasal dari nikel. Sementara penjualan segmen ANTM cukup beragam.

Fauzan merinci, sekitar 64% pendapatan ANTM berasal dai komoditas emas, sebanyak 21% berasal dari feronikel, dan 10% berasal nickel ore. Sisanya ada yang disumbang oleh perak (silver) namun tidak begitu banyak.

Dari sisi margin, INCO menghasilkan margin operasional yang lebih bagus dari ANTM. Margin EBIT yang dihasilkan INCO bisa di kisaran 15%, sedangkan ANTM di kisaran 6%. “Karena ANTM banyak fixed cost dari segmen emas, salah satunya memang dari pembelian emas dari pihak ketiga,” kata dia.

Dari segi produksi, pangsa pasar INCO sebesar 22% sementara ANTM sekitar 7%. RHB Sekuritas merekomendasikan beli saham ANTM dengan target harga Rp 4.000 dan beli saham INCO dengan target harga Rp 6.200.

Sementara Okie mempertahankan rekomendasi beli saham ANTM dengan target harga Rp 2.650. Okie menyebut, wacana ini tentu akan berdampak bagi pergerakan harga nikel nantinya. Okie mempertahankan proyeksi harga nikel di tahun ini berada di rentang US$ 18.280 per ton- US$ 20.000 per ton.

Selanjutnya: Larangan ekspor nikel olahan 30%-40% bisa hambat investasi smelter

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×