kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekspor mineral mentah bisa goyang bisnis emiten


Sabtu, 10 September 2016 / 14:30 WIB
Ekspor mineral mentah bisa goyang bisnis emiten


Reporter: Emir Yanwardhana | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pemerintah tengah mempertimbangkan membuka keran ekspor mineral mentah. Tapi, rencana ini justru bisa jadi sentimen negatif untuk emiten tambang di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Dalam peraturan yang tengah digodok Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ada delapan konsentrat yang diizinkan untuk diekspor langsung. Yakni, tembaga, bijih besi, pasir besi, zirconium, timah, mangan, timbal, serta seng.

Sebelumnya, emiten pertambangan sepakat untuk mendorong hilirisasi bijih mineral sebagai nilai tambah penjualan. Mereka pun berbondong-bondong mengeluarkan duit triliunan rupiah untuk pembangunan smelter sejak tahun 2014 lalu.

Dexter Sjarif, Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Cakra Mineral Tbk (CKRA) Putra, mengatakan, perubahan aturan ini akan memengaruhi studi kelayakan atas proyek smelter pig iron dan feronikel perusahaannya.

"Juga berefek ke harga beli bahan baku," katanya kepada KONTAN, Kamis (8/9).

Rencananya CKRA membeli bahan baku seperti bijih besi dari tambang lokal. "Hanya jika ekspor dibuka, kami bisa memperoleh cash flow lebih awal dari penjualan barang mentah," ujar Dexter.

Menurut Yohannes Supriady, Sekretaris Perusahaan PT Central Omega Resources Tbk (DKFT), pihaknya sudah berkomitmen membangun smelter nickel pig iron (NPI). Progresnya saat ini sudah mencapai 80%.

Tapi, "Kalau ekspor dibuka, pasar bisa goyah lagi," katanya. Maksud Yohannes, jika pemerintah jadi membuka pintu ekspor mineral mentah, harga komoditas tambang yang saat ini naik bisa turun lagi.

DKFT sekarang terus menggenjot proses konstruksi smelter NPI tahap pertama. Emiten tambang ini menargetkan smelter beroperasi secara komersial pada kuartal pertama tahun 2017.

Aji, Sekretaris Perusahaan PT Vale Indonesia Tbk (VALE), bahkan menolak relaksasi peraturan ekspor mineral mentah. "Relaksasi ini bisa merugikan. Lebih baik konsisten dengan aturan sekarang," tegas Bayu.

Senada, Christian Saortua, analis Mina Padi Investama, menilai rencana relaksasi aturan tersebut memang belum tepat untuk saat ini. Jika pemerintah membuka keran ekspor, ketidakseimbangan pasokan dalam jangka panjang justru akan menekan harga jual.

"Harga bisa turun lagi padahal komoditas baru mulai bangkit," ucapnya.

Selain itu, beberapa emiten juga sudah memiliki komitmen membangun smelter. Bukan cuma DKFT, CKRA dan INCO, beberapa emiten yang juga mendirikan smelter, misalnya, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Cita Mineral Investindo Tbk (CITA), dan PT Timah Tbk (TINS).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×