Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
Sebagai bagian dari kebutuhan keseharian masyarakat, Alfred menilai, bisnis GOTO memiliki resiliansi yang baik. Ini terindikasi dari nilai transaksi di ekosistem GOTO yang terus bertumbuh di tengah dinamika perekonomian mulai dari dampak Pandemi, kenaikan harga BBM, kenaikan inflasi, dan sejumlah indikator lainnya.
Saat ini ada beberapa emiten yang masuk kategori defensif karena bisnis yang dimiliki seperti UNVR, ICBP atau AMRT yang permintaan terhadap produknya tetap stabil karena merupakan kebutuhan sehari-hari, namun umumnya mereka memiliki pertumbuhan yang tidak besar.
"Layanan jasa dan produk-produk dalam ekosistem GOTO memiliki karakter yang sama karena produk dan jasanya juga telah menjadi kebutuhan primer, terutama saat ini di kota-kota besar. Bedanya tingkat pertumbuhan bisnis GOTO lebih tinggi," ungkapnya.
Hasil riset RedSeer mengumumkan bahwa ekosistem GoTo melayani dua pertiga kebutuhan konsumsi rumah tangga Indonesia. Dihitung berdasarkan presentase nilai transaksi bruto (Gross Transaction Value/GTV) GoTo selama tahun 2020 terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun yang sama.
Ke depan, Alfred menambahkan, model bisnis yang dikembangkan oleh GOTO melalui tiga segmen bisnisnya yaitu on-demand (Gojek), e-Commerce (Tokopedia), dan Layanan Keuangan berpotensi merambah kepada konsumen secara lebih luas di banyak daerah. Ini sejalan dengan digitalisasi yang terus berkembang, dimana generasi baru yang jumlahnya semakin besar juga dominan melakukan transaksi melalui aplikasi seperti GOTO.
Baca Juga: Kinerja Sejumlah Emiten LQ45 Terdongkrak Laba Investasi
Indikasi meluasnya konsumen tercermin dari terus meningkatnya Gross Transaction Value (GTV) GOTO sejalan dengan semakin pulihnya perekonomian Indonesia pasca Pandemi. Berdasarkan laporan kinerja terbarunya, khusus di kuartal kedua 2022 saja, GTV GOTO mencapai sebesar Rp 150,5 triliun atau melampaui target yang dicanangkan secara kuartalan berkisar antara Rp 142 - Rp 150 triliun.
Pendapatan Kotor GOTO naik 49% year on year (YoY) mencapai Rp 10,7 triliun pada setengah tahun ini dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 7,19 triliun (proforma). Pendapatan bersih GOTO tercatat sebesar Rp 3,39 triliun, melesat 73% dari semester I-2021 senilai Rp 1,96 triliun.
”GTV GOTO masih bisa tumbuh. Memang saling bergantian. Bila food services turun maka ride-hailing dan e-Commercenya bisa naik. Saya rasa topline (pendapatan GOTO) juga bisa naik. Growth (pertumbuhan) topline GOTO tidak serendah ICBP dan Unilever,” ucap Head of Equity Research BCA Sekuritas, Christopher Andre Benas.
Andre menyebut salah satu kekuatan GoTo saat ini adalah layanan on-demand yang resilient dan tidak terdampak inflasi.