Reporter: Lydia Tesaloni, Sugeng Adji Soenarso | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah di siang ini (21/3) pukul 13:58 WIB terus tertekan. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah kembali tembus ke Rp 16.500 tepatnya 16.503 per dolar Amerika Serikat (AS) atau melemah 0,11%.
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong menilai, sikap dovish The Federal Reserve dengan tidak menurunkan bunga acuan, meski dapat melemahkan dolar AS, tetapi tidak serta merta akan mendorong rupiah. Sebab, sentimen domestik masih tidak mendukung.
Defisit anggaran menjadi salah satu kekhawatiran. Selain itu, penurunan peringkat saham dan obligasi serta prospek pertumbuhan ekonomi ikut menekan rupiah.
Sehingga, Bank Indonesia (BI) mau tidak mau harus mempertahankan suku bunga walau inflasi sudah rendah dan pertumbuhan ekonomi diproyeksi akan menurun. Hal itu guna menjaga stabilitas rupiah. "Satu-satunya yang bisa mendukung rupiah saat ini hanyalah intervensi," ujar Lukman, Rabu (19/3).
Tanpa intervensi, kata Lukman, rupiah akan leluasa menembus Rp 17.000 per dolar AS. "Namun saya melihat BI akan terus menjaga di kisaran Rp 16.000 - Rp 16.500 per dolar AS," lanjut Lukman.
Ekonom Senior KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana menilai ada beberapa kebijakan pemerintah yang mungkin tidak disukai oleh pasar, khususnya pada pasar saham.
Baca Juga: Rajin Borong Obligasi Negara agar Otot Rupiah Terjaga
Bursa saham mengalami tekanan jual karena isu-isu domestik yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Imbasnya, dana asing yang keluar meningkat dan mendorong rupiah turut tertekan.
“Misalnya terkait dengan Danantara, Koperasi Merah Putih, kekhawatiran mundurnya Menteri Keuangan Sri Mulyani, kekhawatiran defisit fiskal yang lebih lebar, mendorong sentimen di Indonesia relatif lebih buruk,” papar Fikri, kemarin (20/3).
Indonesia memang berupaya melakukan pemulihan. Tapi, proyek-proyek strategis pemerintah yang mendapat sorotan besar seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dihentikan di sejumlah daerah dan Danantara yang menimbulkan kekhawatiran transparansi, akuntabilitas, serta efisiensi jadi pemberat.
“Secara keseluruhan ini yang bikin market tidak suka. (Investor) asing pasti akan melihat dulu hasilnya seperti apa. Sejauh ini implementasinya belum ada yang signifikan,” sebut Fikri.
Implementasi lain yang menjadi sorotan adalah kiprah Wapres Gibran Rakabuming Raka, yang acap melakukan kunjungan yang seharusnya bisa dilakukan instansi lain. Seperti ke sekolah atau korban musibah. Sebuah kunjungan wapres membutuhkan biaya protokoler, padahal pemerintah berkoar sedang melakukan efisiensi.
Kunjungan ini menimbulkan dugaan, Gibran melakukan kampanye awal 2029. Siswa sekolah misalnya, adalah pemilih pertama di pemilu 2029. Ia seharusnya melakukan pekerjaan yang lebih strategis, ketimbang meakukan pekerjaan yang bisa dijalankan pejabat di bawahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News