kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Eka Sari, iron lady yang konservatif di investasi


Senin, 21 April 2014 / 20:25 WIB
Eka Sari, iron lady yang konservatif di investasi
Kanada Siapkan US$ 1,7 Miliar untuk Perkuat Hubungan Militer & Ekonomi


Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Iron lady. Mungkin label itu cocok untuk menggambarkan sosok Eka Sari Soerbakti, Chief Executive Officer PT Eka Sari Lorena Transport Tbk (LRNA). Perempuan yang punya sepak terjang mumpuni di bidang transportasi ini termasuk dalam salah satu jajaran Inspiring Women 2014 versi majalah Forbes Indonesia.

Meski tampak kuat dan tangguh, dalam berinvestasi ia ternyata cenderung tipe investor konservatif. Eka mengaku, tidak terlalu ekstrem menempatkan portofolio pada instrumen investasi yang berisiko tinggi. "Saya termasuk pemain aman, sih. Tipe prudent," tuturnya.

Seperti orang-orang kebanyakan, perempuan kelahiran 45 tahun silam ini  menempatkan portofolio aset pribadinya pada sektor properti berupa tanah. Menurutnya, membeli tanah merupakan investasi yang bagus. Pasalnya, nilai aset tanah bisa meningkat signifikan.

Sementara, untuk dana milik perusahaan, Eka cenderung menanamkannya  pada properti dalam bentuk bangunan. Maklum, ia cukup banyak mengurusi investasi properti dari keluarga sendiri.

Meski konservatif, Eka masih berani menaruh sebagian asetnya pada instrumen saham. Namun, ia tetap selektif dalam memilih sektor emiten. Ia lebih suka menanamkan aset di industri yang cukup ia pahami,  termasuk tren dan prospek sektor tersebut.

"Jadi, saya dapat memonitor saham tersebut dengan bagus. Bagi saya, saham dari sektor telekomunikasi cukup bagus untuk dijadikan pilihan investasi," kata dia.

Perempuan yang meraih gelar MBA dari University of San Francisco, dan MSc dari Salve Tegina University ini mengaku, pertama kali mencoba bermain saham sewaktu tinggal di Amerika Serikat (AS) pada 1989 silam. Kala itu, teman-temannya yang mengajari dia berinvestasi di saham.

Selain saham, Eka juga berinvestasi di instrumen pasar modal lain, yaitu reksadana. Ia menilai, produk reksadana merupakan standar investasi  yang umum dimiliki orang.

Nah, untuk meminimalisir risiko, ia lebih memilih reksadana jenis campuran. Ia merasa takut jika aset dasar produk reksadananya hanya satu efek. "Saya lebih suka yang campuran. Jadi risikonya dibagi," ucapnya.

Eka juga memiliki produk asuransi proteksi sekaligus investasi berupa unitlink. ia mengklaim, instrumen investasi itu sudah ia miliki  sejak ayahnya masih muda. Jadi, sebelum ada produk unitlink di Indonesia, keluarganya sudah sadar proteksi dengan membeli unitlink di Singapura.

Ingin lebih agresif

Eka juga rajin menebar portofolio asetnya. Buktinya, selain properti dan instrumen investasi di pasar modal, ia juga mengoleksi logam mulia berupa emas. Menurutnya, emas juga merupakan produk yang umum dimiliki masyarakat.

Bagi Eka, berinvestasi  berarti mengembangkan apa yang sudah dihasilkan dari bekerja. "Bukan hanya puas dengan pendapatan yang diperoleh secara konservatif, tapi membuatnya tumbuh secara anorganik," ucapnya.

Menurutnya, pola pikir seperti itu ada baiknya dimiliki setiap orang yang ingin berkembang dan punya jaminan masa depan. Apalagi, Eka memiliki tanggungjawab untuk kedua anaknya yang masih remaja.

Bahkan, ke depan, Eka bertekad bisa lebih berani masuk ke berbagai instrumen investasi yang memberikan hasil agresif. "Apalagi, kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi di kehidupan kita. Termasuk, bagaimana nanti keadaan ekonomi negara ini," tuturnya.

Sebagai anak dari taipan G.T. Soerbakti, pola pikir semacam itu wajar ia miliki. Cara berpikir dan mengambil keputusan Eka memang cukup banyak dipengaruhi ayahnya. "Saya ingat perkataan ayah, harus sedia payung sebelum hujan atau sedia rencana cadangan," tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×