Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Prospek ekonomi Rusia semakin terpukul mengahiri bulan pertama tahun 2015. Setelah dua lembaga pemeringkat menurunkan rating kredit Rusia bulan ini, Standard & Poor Rating Services (S&P) menurunkan rating kredit Rusia ke wilayah spekulatif atau junk (sampah)
Stepanus Sutanto, Analis UOB Kay Hian Securities menilai, penurunan rating kredit Rusia tersebut berdampak positif terhadap pasar modal dalam negeri. Pasalnya, efek dana yang ditarik dari grup BRICS (Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan) cukup besar.
“Dana itu butuh tempat dan pasar saham domestik bisa menjadi salah satu tempatnya,” ujar Stepanus.
Kendati demikian, Stepanus bilang, masuknya dana tersebut ke dalam negeri tergantung dari faktor transaksi. Jika transaksi mudah maka akan banyak dana yang masuk ke pasar saham domestik.
Selain itu, efek Yunani juga juga membuat dampak positif dari penurunan rating Rusia berkurang karena sudah tertanam kekahwatiran dalam diri investor. “Tapi dampak positif tetap ada walaupun tidak besar,” ungkapnya.
William Surya Wijaya, Analis Indosurya Securities memandang, penurunan rating kredit Rusia yang diberikan S&P cukup menyumbang capital inflow. Terbukti, pada penutupan perdagangan, Selasa (27/1) dana yang masuk mencapai RP 647,46 miliar.
Namun, William bilang, penurunan rating kredit Rusia tersebut lantas memberi dampak signifikan terhadap pasar modal domestik. Ia bilang, dana yang keluar dari Rusia akan masuk ke pasar saham yang mampu memberi Return yang bagus. “Bisa saja mereka masuk ke bursa Hongkong. Jadi tetap bisa menyumbang walau tak bisa diseburt signifikan,” tambahnya.
Sementara Jhon Veter, analis Investa Saran Mandiri mengatakan, penurunan rating Rusia tidak berdampak besar ke pasar saham domestik mengingat hubungan dagang antara Indonesia dan negara yang dipimpin Putin tersebut tidak terlalu besar.
Jhon bilang, efek domino Rusia terhadap BRICS juga tidak besar karena utangnya sangat kecil. “Tidak seperti Yunani yang memiliki utang cukup besar,” jelasnya.
Menurut Jhon, kalau pun efeknya ada terhadap domestik jumlah sangat kecil mengingat obligasi Rusia yang juga cukup minim.
Hingga akhir tahun, Jhon memprediksi IHSG akan naik ke level 6.300 dengan asumsi Rupiah Rp 11.600 dan inflasi 5%. Adapun William memprediksi IHSG masih berpotensi naik hari ini dikisaran 5.250 -5.348.
Sekedar diketahui, Senin (26/1) S&P memangkas rating Rusia satu tingkat dari predikat layak investasi (Investment grade) Rusia menjadi BB+ ke dalam wilayah spekulatif atu junk.
Penurunan dilakukan lantaran kebijakan moneter Rusia lebih terbatas dan prosfek pertumbuhan ekonominya melemah di tengah harga minyak yang semakin anjlok dan sanksi-sanksi ekonomi yang diberikan Barat.
S&P merupakan lembaga pemeringkat yang pertama menurunkan peringkat Rusia ke wilayah spekulatif. S&P memperkirakan ekonomi Rusia yang bergantung pada minyak akan mengalami kontraksi 2,6% pada tahun ini akibat penurunan harga minyak dan sanksi-sanksi ekonomi yang dikenaikan AS dan Eropa karena serangan terhadap Ukraina.
Moodys awal bulan ini memangkas peringkat Rusia menjadi BAA3, satu tingkat diatas junk. Sedangkan Fitch menurunkan menjadi BBB-.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News