kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dorong daya saing, Gunawan Dianjaya & Jaya Pari siap merger


Senin, 25 Juni 2018 / 10:34 WIB
Dorong daya saing, Gunawan Dianjaya & Jaya Pari siap merger
ILUSTRASI. Pabrik baja GDST


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST) segera mewujudkan merger dengan PT Jaya Pari Steel Tbk (JPRS) tahun ini. Aksi korporasi ini dilakukan agar kinerja mereka membaik.

Manajemen perusahaan ini berharap, penggabungan dua bisnis perusahaan bisa membuat kinerja lebih efektif dan efisien. Sebagai catatan, hingga akhir tahun lalu, emiten dengan kode saham GDST di Bursa Efek Indonesia kesulitan mendongkrak laba.

Manajemen GDST dan JRPS bersama-sama akan menggabungkan JRPS ke dalam entitas GDST mulai 16 Agustus 2018. Hadi Sutjipto, Direktur Keuangan PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk menjelaskan, aksi korporasi itu dapat dilaksanakan atas dasar latar belakang kepemilikan mayoritas saham dan manajemen keduanya yang sama. "Maka akan lebih efisien jika digabung," ujarnya kepada KONTAN, Minggu (24/6).

Efisiensi ini tidak terlepas dari keinginan kedua perseroan untuk meningkatkan daya saing di pangsa pasar. "Dengan efisiensi yang baik, otomatis, kemampuan bersaingnya juga bisa meningkat," sebut Hadi.

Ia menyebut, saat ini, persaingan dengan baja impor di dalam negeri terbilang masih cukup ketat. Selain itu, industri baja menghadapi tantangan akibat perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China.

Sebenarnya, pengurus perseroan ini melihat, prospek permintaan baja dari dalam negeri masih cerah. "Tapi karena harga minyak dunia yang naik terus dan baja adalah salah satu komoditas internasional, harga internasionalnya pun ikut naik. Harga baja domestik, ikut naik juga. Di sini, mungkinĀ demandĀ agak tertekan," urai Hadi.

Sampai kini, Gunawan Dianjaya belum merilis laporan keuangan kuartal I-2018. Menilik laporan keuangan tahun 2017, pendapatan bersih perseroan inimelesat 61% dari Rp 757 miliar dari tahun sebelumnya jadi Rp 1,22 triliun.

Namun, beban pokok penjualan memang ikut terkerek 70% menjadi Rp 1,1 triliun. Nah, tren pelemahan kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serik akhir-akhir ini juga dirasakan berdampak bagi produsen baja seperti GDST. "Setiap rupiah hasil dari penjualan langsung kami mengonversikan ke dolar AS," ungkap Hadi.

Sepanjang tahun 2017 lalu, GDST mengalami kerugian selisih kurs yang mencapai Rp 14 miliar. Tak ayal, beban keuangan dan administrasi tersebut menggerus laba bersih GDST sehingga merosot 51%, yakni dari Rp 27 miliar pada tahun 2016 menjadi Rp 13 miliar pada 2017.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×