Reporter: Nadya Zahira | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) saat ini terus menguat terhadap sejumlah mata uang utama. Hal itu seiring dengan realisasi data ekonomi AS yang lebih baik dan kuat.
Analis Pasar Mata Uang Lukman Leong mengatakan, dalam kondisi tersebut investasi valuta asing (valas) yang masih prospektif ke depannya yaitu dolar AS atau USD, karena siklus pemangkasan suku bunga oleh the Fed belum dimulai dan baru akan berlangsung pada Juni 2024.
“Sehingga dalam hal ini masih USD yang paling menarik. Namun apabila siklus pemangkasan suku bunga telah di mulai, yang diperkirakan pada Juni, maka rupiah dan Yen (JPG) bisa menguat,” kata Lukman kepada Kontan.co.id, Kamis (4/4).
Baca Juga: Rupiah Terus Melemah, Bagaimana Strategi Investasinya?
Dia memperkirakan, semua bank sentral dunia dan the Fed akan memulai siklus penurunan suku bunga di tahun ini. Menurut dia, untuk mata uang utama dunia seperti Euro, USD, AUD, GBP akan seperti thugs of war, sehingga mata uang tersebut akan berfluktuasi di saat setiap pemangkasan suku bunga.
Lukman mencermati, mata uang yang akan mendapatkan keuntungan saat adanya siklus pemangkasan suku bunga yaitu, mata uang yang selama ini menahan suku bunga tinggi akibat inflasi.
“Namun hal itu dilakukan karena untuk mengimbangi perbedaan suku bunga agar mata uang tidak terdepresisi besar, umumnya mata uang tersebut emerging seperti rupiah,” kata dia.
Meski begitu, Lukman menilai bahwa ketangguhan dolar AS masih dapat dimanfaatkan dalam beberapa waktu ke depan. Dengan begitu, dolar AS masih menjadi pilihan utama investor untuk berinvestasi valas.
Namun, selain dolar AS, Swiss Franc (CHF) dan Dolar Singapore (SGD) cukup layak dikoleksi sebagai pilihan investasi valas. CHF dan SGD didukung oleh surplus neraca berjalan yang besar dan berkepanjangan. Tingkat suku bunga acuan juga relatif tinggi di negara kedua mata uang tersebut.
Seperti halnya USD, mata uang Singapura dan mata uang Swiss juga termasuk aset safe haven yang dapat menjadi pilihan ketika situasi ekonomi sulit. Walaupun, SGD merupakan aset lindung nilai untuk sebatas regional Asia Tenggara.
Baca Juga: Cadangan Devisa RI Diprediksi Turun Setidaknya Hingga Semester I 2024
Menurut Lukman, USD/IDR dapat berkisar Rp 16.000 per dolar AS di akhir tahun ini. Sementara, CHF/IDR dan SGD/IDR masing-masing akan menguat ke level kisaran Rp 19.000 dan Rp 12.500 di akhir tahun 2024.
Adapun mata uang berisiko pada dasarnya adalah mata uang di luar USD, CHF dan JPY. Namun biasanya mata uang berisiko mengarah ke mata uang Emerging Market seperti Indonesian Rupiah (IDR), Thailand Baht (THB), Indian Rupee (INR), serta Dolar Australia (AUD).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News