Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berinvestasi valuta asing (valas) dolar Amerika Serikat (AS) berhasil mendulang cuan tertinggi dalam sebulan terakhir. USD/IDR menguat sekitar 2,18% Month on Month (MoM) di bulan Mei 2023.
Analis Komoditas Lukman Leong mencermati, terdapat beberapa faktor yang mengangkat keperkasaaan dolar AS diantaranya kesepakatan debt ceiling atau pagu utang.
Pembahasan mengenai kenaikan plafon utang AS tersebut menyebabkan kekhawatiran gagal bayar utang, sehingga memicu penguatan dolar AS sebagai aset safe haven.
Tak hanya itu, pasar khawatir terhadap ekspektasi kenaikan suku bunga oleh the Fed pada bulan Juni 2023. Walaupun persepsi tersebut akhirnya ditepis oleh pejabat the Fed, namun angka inflasi Price Consumption Expenditure (PCE) AS masih tinggi.
Baca Juga: Bitcoin Berpeluang Bullish pada Awal Bulan Ini, Simak Sentimennya
Penguatan dolar AS secara bersamaan telah menekan aset kripto. Harga Bitcoin (BTC) terkoreksi 20,94% MoM ke level US$ 23.139,28, sementara Ethereum (ETH) hanya mampu menguat tipis 0,18% MoM ke level US$ 1874,13 di posisi akhir Mei 2023.
Selain tertekan oleh dolar AS, Lukman melihat pelemahan harga kripto sebagai aset non intrinsik, masih belum mendapatkan momentum dan sentimen untuk melanjutkan penguatan.
Kripto memang naik cukup tinggi sekitar 39,84% di sepanjang tahun 2023, namun dianggap hanya bersifat technical rebound dari keterpurukan aset digital tersebut di tahun 2022.
Imbal hasil obligasi sendiri diperkirakan masih akan turun oleh ekspektasi bahwa The Fed akan mengakhiri siklus kenaikan suku bunga. Begitu pula dengan pasar saham yang umumnya diperkirakan akan reli setelah isu debt ceiling berakhir.
Lukman mengatakan, kalau bursa efek di New York seperti Nasdaq saat ini masih dalam euforia melesatnya saham-saham teknologi dibalik sentimen pengembangan Artificial Intelligence (AI).
Momentum penguatan saham teknologi ini mungkin cocok bagi investor spekulatif asalkan tetap memperhatikan tren ke depan.
Seperti diketahui, booming pengembangan teknologi pernah terjadi sebelumnya di AS yaitu Bubble dotcom di sekitar tahun 2000 yang pada akhirnya menjatuhkan harga saham secara drastis.
Sementara, emas masih berkonsolidasi dan masih mengalami tekanan aksi ambil untung (profit taking) setelah mencapai rekor harga tertinggi sepanjang masa atau all time high (ATH) di bulan lalu.
Baca Juga: Bitcoin Dibayangi Kebijakan Suku Bunga The Fed pada Juni 2023
Namun, permintaan dari bank sentral dunia terhadap emas masih kuat di tahun ini yang bakal menopang harga.
“Emas masih sangat menarik, terlebih harga lagi terkoreksi cukup besar,” ujar Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (4/6).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News