Reporter: Aris Nurjani | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mata uang dolar Amerika Serikat (AS) melanjutkan tren kenaikan. Ini terlihat dari indeks dolar yang bergerak naik seiring meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global dan akibat perang antara Rusia dan Ukraina.
Berdasarkan data RTI Bussiness, indeks dolar ditransaksikan di level 99,84 pada perdagangan 8 April 2022. Angka tersebut naik 3,74% dibanding posisi akhir tahun lalu atau secara year-to-date (ytd). Indeks dolar yang mencerminkan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama dunia ini juga naik 8,33% secara tahunan atau year-on-year (yoy).
Presiden Komisioner HFX International Sutopo Widodo mengatakan kenaikan indeks dolar akibat adanya kenaikan imbal hasil obligasi dan penurunan harga saham telah memicu pelarian ke aset yang lebih menguntungkan seperti dolar.
Baca Juga: Rupiah Akan Tetap Stabil Meski The Fed Agresif Mengerek Suku Bunga
"Indeks dolar telah menguat hingga ke 99,46 saat ini, dan hanya tersisa 0,54 point menuju angka bulat 100," ujar Sutopo kepada Kontan.co.id, Jumat (8/4). Menurut Sutopo sentimen negatif selanjutnya berasal dari efek perang yang mempengaruhi harga energi global dan akan terus memicu ketidakseimbangan pertumbuhan.
Adanya kekhawatiran perang yang berlarut-larut menjadi sumber utama lonjakan harga, yang semula dipahami sebagai sementara karena stimulus bantuan pandemi. Namun kini sudah sangat tinggi di atas target bank sentral.
Selain akibat adanya perang, indeks dolar juga melejit karena adanya isu kenaikan suku bunga yang kemungkinan mencapai 3% tahun ini. "Pernyataan hawkish terus dipropagandakan dan membuat dolar menguat, namun ini lebih bertujuan untuk mempengaruhi pasar. Pada faktanya nanti mungkin tidak demikian, dan terlihat suku bunga belum naik, pasar sudah mengantisipasi terlebih dahulu," ujar Sutopo.
Baca Juga: Sepekan Turun Tipis, Simak Proyeksi Pergerakan Rupiah di Pekan Depan
Menurut Sutopo indeks dolar sudah relatif tinggi bahkan sudah mengembalikan posisinya pasca pandemi. Ini menunjukkan kondisi ekonomi AS yang jauh lebih kuat dibanding negara maju lainnya. Tapi, dolar justru masih melemah terhadap mata uang dengan basis komoditas kuat.
"Jika kondisi perang membaik dan terjadi penurunan tensi konflik, serta pada akhirnya suku bunga naik untuk menekan inflasi, ada peluang untuk untuk membeli dolar terhadap mata uang komoditas," tutur Sutopo.
Selain itu, Sutopo melihat pergerakan rupiah hampir tidak banyak berubah dalam sepekan terakhir lantaran kondisi ekonomi Indonesia yang lebih stabil, inflasi yang masih lunak dan kepercayaan bisnis yang tinggi masih mendukung rupiah untuk bertahan dalam rentang terbatas.
Sutopo memproyeksikan rupiah akan terjaga hingga akhir tahun di bawah level Rp 14.500 per dolar AS-Rp 14.600 per dolar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News