Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Meski menggenjot pertumbuhan kinerja, tahun ini ini PT Delta Jakarta Tbk (DLTA) hanya menganggarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) Rp 27 miliar. Rupanya, menurut Direktur DLTA Ronny Titiheruw, dana tersebut hanya untuk belanja rutin operasional. "Kami tidak menganggarkan capex untuk investasi," kata Ronny, pekan lalu.
Manajemen DLTA memutuskan mengambil dana capex dari kas internal. Kebutuhan perusahaan yang relatif kecil ini memberikan keleluasaan bagi manajemen untuk membagikan dividen tahun ini. Sekadar mengingatkan, DLTA akan membagikan dividen 120% dari laba bersih 2010.
Tahun ini pasar minuman beralkohol memang akan meningkat. Meski begitu, alokasi belanja modal tadi sudah mengakomodasi kebutuhan tersebut.
Tahun ini manajemen menargetkan penjualan bersih perusahaan naik 5% - 7% dibanding tahun lalu. DLTA berharap, setidaknya penjualan tahun ini sama dengan hasil 2009 silam, yaitu Rp 1,264 triliun. Sekadar catatan, pada 2010 lalu penjualan mereka malah turun menjadi Rp 1,206 triliun.
Meski begitu, laba bersih Delta pada 2010 masih lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya karena pencapaian margin yang lebih baik. Tahun lalu DLTA berhasil mengumpulkan laba bersih sebanyak Rp 139,5 miliar, naik 10% dibanding perolehan 2009 yang hanya Rp 126 miliar. "Oleh karena itu kami ingin memperbaiki margin tahun ini," kata Ronny.
Meski begitu, manajemen masih belum berniat mengerek harga jual dalam waktu dekat. Ronny mengklaim, dengan pangsa pasar 33%, target tersebut bisa dicapai.
Sejatinya, DLTA ingin melakukan investasi untuk mengembangkan pasar ke beberapa wilayah. Namun Ronny belum bersedia menjelaskan secara lebih rinci.
Alasannya, perusahaan masih mengkaji peraturan daerah (perda) terkait pengembangan usaha tersebut. Maklumlah sebagai perusahaan penjualan minuman beralkohol, DLTA kerap terhambat oleh perda tentang minuman beralkohol.
Selain itu, DLTA juga mengalami kendala harga pokok penjualan. Tingginya beban bea cukai menggerus keuntungan. Tahun lalu, untuk membayar cukai bir dan pajak penjualan saja. DLTA harus merogoh kocek Rp 657 miliar, atau 54,56% dari pendapatan.
Sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, manajemen mengaku belum puas dengan kinerja perusahaan. Diperkirakan, penjualan hanya tumbuh 1% dibanding periode yang sama tahun lalu. "Pertumbuhan kuartal satu tidak begitu besar," komentar Ronny, tanpa menjelaskan lebih detil penyebabnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News