Reporter: Nur Qolbi | Editor: Tendi Mahadi
Di sisi lain, PGAS mempunyai neraca keuangan yang lebih kuat setelah melakukan tender offer sejumlah obligasi, terlihat dari rasio utang terhadap ekuitas yang turun dari 0,64x pada akhir Desember 2022 menjadi 0,55x pada akhir Juni 2023. Arief yakin pembelian kembali obligasi ini mendukung pengelolaan liabilitas perusahaan dan mengurangi kebutuhan pembiayaan kembali obligasi saat jatuh tempo.
Merujuk riset tanggal 7 September 2023, Analis BRI Danareksa Sekuritas Hasan Barakwan mengatakan, kesenjangan pasokan pada 2023-2024 tetap menjadi risiko bagi PGAS. Ditambah lagi, Kementerian ESDM menolak rencana kenaikan harga bahan bakar untuk pelanggan non-HGBT dan SKK Migas menyatakan tidak akan ada kenaikan harga gas di hulu.
Artinya, PGAS harus mempertahankan sebaran distribusi gas yang ada saat ini yang sebesar US$ 1,7/bbtu dalam jangka pendek. Dari sisi pasokan gas, PGAS melihat penurunan alami produksi gas dari blok Corridor yang mencakup 57% dari total pasokan mengakibatkan kekurangan 6 mmbtud pada 2023 dan sekitar 12 mmbtud pada 2024.
"Namun demikian, perusahaan saat ini sedang mencari sumber alternatif dari wilayah yang berdekatan dengan pipa SSWJ, misalnya, EMP Bentu dan blok Petrochina Jabung untuk menutup kesenjangan," ungkap Hasan.
Dari sisi operasional, PGAS berharap bisa meningkatkan produksi sekitar 2 mboepd mulai 23 Agustus 2023 dari sumur baru di blok Sedayu. Oleh karena itu, manajemen yakin target produksinya yang sekitar 9,6 mmboe di 2023 dapat dicapai.
Ciptadana Sekuritas dan BRI Danareksa Sekuriats merekomendasikan buy PGAS dengan target harga masing-masing sebesar Rp 1.625 dan Rp 1.800 per saham. Sementara itu, InvestasiKu merekomendasikan hold PGAS dengan target harga Rp 1.450 dan stop loss Rp 1.320. Per perdagangan Jumt (13/10) harga PGAS berada di level Rp 1.400 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News