Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah diperkirakan lebih tangguh di tahun 2023. Fundamental ekonomi domestik yang solid bisa menopang penguatan keberlanjutan mata uang Garuda.
Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf mencermati bahwa belakangan ini rupiah terus menguat di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah bahkan telah melewati level psikologisnya di area Rp 15.000 per dolar AS.
Hal tersebut tidak terlepas dari pelemahan indeks dolar AS (DXY) sendiri yang saat ini berada di level 100. Ini menjadi level terendah DXY dalam periode 8 bulan terakhir.
Alwi bilang, pelemahan dolar AS berkorelasi dengan pasar yang berekspektasi bahwa The Fed akan mengurangi agresivitasnya dalam kenaikan suku bunga. Pada Federal Open Market Committee (FOMC) tanggal 1 Februari 2023, Bank Sentral AS tersebut kemungkinan besar hanya menaikkan Fed Funds Rate (FFR) atau suku bunga di level yang rendah.
Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham yang Mendapat Angin Segar dari Penguatan Rupiah
Konsensus pasar beranggapan kenaikan FFR hanya sebesar 25 Bps pada FOMC Februari mendatang. Begitu pula di bulan setelahnya, kenaikan diprediksi hanya akan sebesar 25 Bps.
Alat pengawasan CME FedWatch turut menunjukkan probabilitas kenaikan suku bunga The Fed ke depan hanya sebesar 25 basis poin. FedWatch memperkirakan tingkat suku bunga AS mencapai puncaknya di level 4,75% - 5% pada Juni 2023. Proyeksi ini lebih rendah daripada perkiraan The Fed yang berkisar di atas 5%-5,25%.
Faktor pemulihan ekonomi global juga mendorong penguatan rupiah. Hal ini ditandai dengan dengan re-opening atau pembukaan kembali China. Kondisi ini membuat prospek pertumbuhan ekonomi global terus melaju, sehingga bisa mengurangi perlambatan ekonomi.
Serta, ekonomi zona Eropa dinilai akan mencetak pertumbuhan 0,1% di tahun 2023. Proyeksi ini dikuatkan oleh pernyataan Presiden Europe Central Bank (ECB) bahwa menegaskan wajah ekonomi Eropa tidak sesuram yang dianggap sebelumnya.
Dari internal, lanjut Alwi, penguatan rupiah terdorong oleh surplus neraca perdagangan di sepanjang tahun 2022 yang menembus angka US$ 54,46 triliun. Kurs rupiah juga tergerak oleh pengumuman Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang mencatat realisasi investasi Rp 1.207,2 triliun di sepanjang 2022.
"Kedua realisasi tersebut terbesar sepanjang sejarah dan mencetak rekor tertinggi baru. Sehingga ini menciptakan otot bagi rupiah," kata Alwi saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (25/1).
Alwi menambahkan, revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 tahun 2019 terkait Devisa Hasil Eskpor (DHE) bakal menopang prospek penguatan rupiah jangka panjang.
Meskipun penguatan rupiah harus terhenti pada Rabu (25/1), namun berbagai sentimen tersebut dianggap bisa menopang kuatnya rupiah ke depan. Kemarin rupiah terimbas aksi profit taking atau ambil untung jelang rapat FOMC.
Alwi menjelaskan, memang saat ini fokus pasar adalah validasi akan pergerakan dolar AS. Arah The Fed masih belum dipastikan seutuhnya mengurangi agresivitas. Kalau dari dalam negeri inflow berkelanjutan terus memperkuat rupiah. Namun, data ekonomi dalam negeri yang begitu solid masih tergantung The Fed.
Baca Juga: Jaga Otot Rupiah, BI Perkuat Operasi Moneter
Jadi, ke depan rupiah belum sepenuhnya aman. Berbagai faktor eksternal seperti konflik Rusia-Ukraina belum selesai yang bisa menimbulkan sentimen ketidakpastian di pasar.
"Yang jelas, harus ada titik keseimbangan bagi rupiah. Permasalahannya lebih kepada stabilitas bukan persoalan rupiah akan menguat atau melemah. Sehingga rupiah tidak bergerak terlalu fluktuatif yang bisa berisiko bagi pasar," jelas Alwi.
Menurut Alwi, fundamental rupiah saat ini harusnya masih mampu menjaga rupiah di level psikologisnya pada Rp 15.000 per dolar AS. Berpatokan pada asumsi Bank Indonesia, nilai wajar rupiah di tahun 2023 nampaknya akan berada di Rp 15.070 per dolar AS.
Emerging market seperti Indonesia dinilai masih cukup baik. Dengan demikian, potensi aliran dana asing masuk cukup besar yang terdorong pula oleh isi resesi. Investor asing bakal melihat pasar domestik yang didukung oleh kuatnya ekonomi Indonesia tercermin dari surplus neraca perdagangan ataupun tingginya harga komoditas.
Di akhir tahun 2023, Alwi memproyeksikan rupiah bakal berada di rentang Rp 14.700 per dolar AS - Rp 15.375 per dolar AS. Dengan kata lain, rupiah memiliki kecenderungan menguat di tahun ini jika dibandingkan level Rp 15.568 per dolar AS pada akhir tahun 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News