Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah kembali menyentuh level terendah sejak April 2020. Salah satu penyebabnya Federal Funds Rate (FFR) naik. Sebagai informasi, berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Jumat (4/11) melemah 0,27% menjadi Rp 15.738 per dolar AS. Sementara itu, menurut kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), nilai tukar rupiah berada di angka Rp 15.736 per dolar AS.
Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto mengatakan dengan kenaikan FFR akan memberikan efek yang cenderung negatif bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sebab, akan ada potensi asing menarik dananya dari Indonesia (capital outflow).
Dilanjutkannya, pelemahan kurs juga dapat menggerus keuntungan investasi, terutama para investor global yang berinvestasi di Indonesia. Sebabnya, mereka perlu mengkonversi mata uang sehingga terdapat risiko selisih kurs.
Selain itu, bagi beberapa emiten dapat berdampak negatif pada kinerja keuangan secara langsung. Terutama, yang memiliki utang dalam mata uang asing dan yang memperoleh bahan baku dari impor.
Baca Juga: Efek Naiknya Harga Jual dan Batubara, Ini Rekomendasi Saham Semen Indonesia (SMGR)
Kendati begitu, Pandhu beranggapan sejauh ini tampak masih terkendali lantaran belum tampak adanya capital outflow yang masif hingga akhir pekan lalu. Menurutnya, posisi Indonesia relatif masih kuat jika dibandingkan dengan negara-negara lain dengan pertumbuhan ekonomi positif dan tingkat inflasi masih terkendali.
Sehingga, ia menilai Indonesia masih menjadi salah satu pilihan investasi terbaik saat ini.
“IHSG pekan depan diperkirakan akan bergerak dalam range 6.960-7.135,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (6/11).
Selain itu, meskipun nilai kurs rupiah melemah tetapi masih relatif lebih baik jika dibandingkan dengan pelemahan yang terjadi pada nilai mata uang secara global terhadap US dollar.
Pandhu beranggapan, dalam kondisi saat ini investor tidak perlu khawatir berlebihan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih diperkirakan dapat tumbuh positif meskipun secara global sedang mengalami kontraksi.
“Hal ini juga tercermin pada kinerja kuartal ketiga para emiten rata-rata masih sangat kuat,” katanya.
Meskipun memang rupiah diprediksi masih akan terus melemah mengikuti USD Indeks. Ia memperkirakan rupiah kemungkinan melemah sampai tahun depan, apalagi jika harga komoditas juga melemah yang akan semakin memberi tekanan pada indeks.
“Hanya saja, apabila tidak terjadi pelemahan drastis harusnya tidak apa-apa, masih bisa terkendali dan lebih penting kestabilannya,” katanya.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Bukit Asam (PTBA) yang Bakal Mengakuisisi PLTU milik PLN
Dengan kondisi ini, Pandhu menyarankan strategi yang cocok untuk investor diantaranya, bisa melakukan peralihan ke sektor yang memiliki kinerja kuat, tidak terlalu sensitif terhadap risiko nilai tukar dan suku bunga dan memiliki valuasi yang masih murah. Sehingga risiko jika terjadi pembalikan arah akan berdampak minimal.
Bisa juga dengan mengurangi posisi di aset berisiko seperti saham untuk sementara dan masuk kembali ketika kondisinya sudah lebih kondusif nantinya.
Kondisi pelemahan seperti saat ini, secara bisnis akan menguntungkan para perusahaan yang menjual produk ke pasar ekspor, contohnya seperti pertambangan. Oleh karena itu rekomendasinya terkait kondisi saat ini adalah trading buy untuk sektor komoditas.
“Bisa dibidik terutama yang masih memiliki valuasi murah dan kinerjanya relatif stabil. Kemudian dicocokkan secara chart yang masih dalam tren dan momentum yang kuat. Berdasarkan itu kami melihat beberapa saham yang masih cukup menarik diperhatikan diantaranya INKP, ANTM, INCO, ITMG dan MEDC,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News