kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Di Tengah Kenaikan Suku Bunga The Fed, Obligasi Indonesia Masih Cukup Menarik


Kamis, 16 Juni 2022 / 22:21 WIB
Di Tengah Kenaikan Suku Bunga The Fed, Obligasi Indonesia Masih Cukup Menarik
ILUSTRASI. Di Tengah Kenaikan Suku Bunga The Fed, Obligasi Indonesia Masih Cukup Menarik


Reporter: Aris Nurjani | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pasar obligasi Indonesia kembali mengalami tekanan pasca The Fed menaikkan suku bunga. Hal ini terlihat dari pergerakan yield SBN acuan 10 tahun yang kembali turun. Sekarang yield SBN acuan 10 tahun kembali ke level 7,45%.

Senior Economist Samuel Sekuritas Fikri C Permana mengungkapkan ke depannya pasar obligasi Indonesia di tengah kenaikan suku bunga ada kemungkinan mengalami volatilitas dan risiko kenaikan pada yield dalam jangka pendek. 

"Tapi setelah adanya kenaikan akan diikuti dengan penurunan yield sun US Treasury, sehingga tergantung market melihat sentimen di global seperti apa dan bagaimana," ucap Fikri kepada Kontan.co.id, Kamis (16/6). 

Sedangkan, CEO Edvisor.id Praska Putrantyo mengatakan, untuk saat ini di tengah potensi tren kenaikan suku bunga acuan BI 7 RR, setelah The Fed menaikkan suku bunga jadi 1,75% seiring dengan memanasnya laju inflasi di AS, membuat obligasi korporasi dan pemerintah bertenor pendek - menengah menjadi lebih menarik dan aman. 

"Karena tingkat fluktuasi harga yang diperkirakan lebih rendah daripada obligasi tenor panjang," ucap Praska. 

Baca Juga: Wall Street Terjun, Nasdaq Tumbang Setelah Suku Bunga Naik

Fikri mengatakan antara obligasi pemerintah dan korporasi sama-sama menarik tergantung pada persepsi risiko investor. 

"Kalau untuk surat hutang negara atau SBN yang menarik adalah jangka menengah sampai panjang antara 10 tahun sampai 15 tahun, lalu untuk surat hutang korporasi saya pikir akan menarik untuk yang punya rating lebih tinggi dan korporasi yang terkait infrastruktur," ucap Fikri. 

Praska mengatakan Obligasi korporasi memang memiliki yield lebih tinggi daripada SBN namun dikarenakan adanya spread premi risiko dari obligasi korporasi terhadap SBN tersebut. 

"Karena itu, keduanya menurut saya sama-sama menarik hanya saja untuk korporasi, investor harus mencermati fundamental keuangan dari penerbitnya dan SBN mengarah pada tenor pendek-menengah," ucap Praska. 

Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan kemungkinan besar BI akan menaikkan suku bunganya dengan menyesuaikan suku bunga global. 

"Sekarang The Fed sudah menaikkan dan BI akan menaikkan suku bunganya karena untuk meredam dana asing keluar dari kita walaupun secara persentase kepemilikan asing di SBR sudah jauh berkurang sekitar 15% dibandingkan sebelum pandemi," ucap Ramdhan.

Fikri menyampaikan BI akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis point hingga 50 basis point guna untuk menekan capital outflow. 

"Kalau melihat dari sentimen global sepertinya akan menaikkan suku bunganya di bulan ini, apalagi dengan capital outflow dan rupiah yang sudah mulai terdepresiasi cukup dalam dua minggu terakhir, saya ekspetasi kenaikan sekitar 25 bp hingga 50 bp," ujar Fikri. 

Baca Juga: Strategi BI Hadapi Kenaikan Suku Bunga The Fed yang Kian Agresif

Sementara, Praska mengatakan seiring kenaikan suku bunga The Fed, tentu di tengah laju inflasi yg mulai memanas di mana per Mei 2022 secara tahunan sudah menembus 3,55% dan kurs IDR/USD menyentuh level Rp 14.700/USD.

"Tentu potensi penyesuaian suku bunga acuan BI 7 RR terbuka lebar. Hanya saja, saya memprediksi sepanjang 2022, BI 7 RR akan berpeluang naik maks 50 bps di tahun ini," kata Praska. 

Ramdhan mengatakan sementara dari sisi jumlah dana asing memang masih cukup besar sekitar 800 triliun dan ketika dana itu keluar pastinya market di India akan lebih bergejolak lagi. 

"Jadi sangat mungkin sekali BI akan menaikan suku bunganya, kemarin memang belum menaikan pas The Fed menaikan suku bunga, karena kondisi makro ekonomi kita masih cukup baik, BI akan menaikan suku bunga secara bertahap dan sekali naik itu 25 BP," ujar Ramdhan. 

Praska mengatakan hasil penjualan SBR011 yang cukup fantastis karena kondisi tingkat bunganya yang relatif mengambang (floating) mengacu pada suku bunga pasar uang, yakni BI 7 RR sehingga hal tersebut menarik minat investor. 

Baca Juga: Sri Mulyani Beberkan Dampak Kenaikan Suku Bunga The Fed Terhadap Obligasi

"Apalagi di tengah potensi kenaikan suku bunga pasar uang, maka otomatis tingkat kupon yg diberikan akan menyesuaikan lebih tinggi. Selain itu, karakter SBR011 yang tidak dapat diperdagangkan juga menghindarkan investor dari risiko fluktuasi nilai pasar obligasi," tutur Praska. 

Ramdhan menambahkan momen-momen kenaikan suku bunga bisa menjadi kesempatan buat investor masuk ke pasar obligasi. 

"Walaupun tidak menutup kemungkinan market akan turun kembali kedepannya dalam jangka pendek atau panjang, ini karena kondisi pasar yang masih bergejolak tinggi di global dan The fed masih sangat agresif untuk menaikkan suku bunga," ucap Fikri. 

Fikri menyampaikan masuk ke pasar obligasi saat ini sangat menarik di tengah kenaikan suku bunga dan likuiditas domestik cukup banyak, jadi investor punya pilihan untuk berinvestasi di obligasi lainnya dengan adanya SBR ini. 

"Tergantung tujuan investasi, saya pikir masuk ke obligasi sudah sangat menarik ditengah kenaikan suku bunga, kalau ada peningkatan suku bunga akan naik dengan sendirinya dan dengan tingkat suku bunga sekarang pun yang 4,95% itu pun sebenarnya sudah cukup menarik apalagi dengan likuiditas domestik cukup banyak, jadi saya pikir memang ritel juga punya pilihan investasi lainnya dengan adanya SBR ini," tutup Fikri. 

Baca Juga: The Fed Umumkan Kenaikan Suku Bunga, Harga Bitcoin dan Kawan-Kawan Justru Melonjak

Ramdhan mengatakan kalau kita bicara strategi belum bisa memastikan market sekarang bakal baik atau tidak. Lantaran banyak faktor yang mempengaruhi dan sangat dinamis tapi untuk memanfaatkan momen saat ini dan likuiditas yang ada masuk secara bertahap jauh lebih aman karena akan teravarege untuk portofolio mereka. 

"Karena tergantung dari banyak faktor terutama dari eksternal kalau sekarang, menurut saya investor harus tetap melakukan average untuk masuk ke obligasi secara bertahap. Karena kondisi saat ini belum bisa pastikan seberapa dalam penurunan yang akan terjadi," ucap Ramdhan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×