Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Avanty Nurdiana
JAKARTA. Investor PT Bank Danamon Tbk (BDMN) harus menerima kenyataan pahit. Rabu (31/8), DBS membatalkan perjanjian dengan Temasek Holdings atas akuisisi 100% saham Asia Finansial Indonesia Pte Ltd (AFI), pemilik 67,37% saham BDMN.
Akibatnya, Kamis (1/8), harga saham BDMN terjengkang 14,42% ke Rp 4.450 per saham. Ini adalah harga level terendah sejak 4 April 2012. Jatuhnya harga BDMN itu sebagai respon atas keputusan DBS membatalkan akuisisi BDMN senilai US$ 7,2 miliar.
Jhon Veter, Managing Director Investa Saran Mandiri bilang, pergerakan saham BDMN sejak muncul rencana akuisisi DBS sudah "tidak sehat". Sebab, harga BDMN lebih didorong spekulasi. "Banyak investor tertarik beli BDMN karena spekulasi saja bukan fundamental bagus," kata Jhon, Kamis (1/8).
Ini tercermin dari fluktuasi harga BDMN selama proses akuisisi dalam 15 bulan terakhir. Pergerakan abnormal saham BDMN sejak 4 April 2012, sehari setelah DBS mengumumkan rencana akuisisi AFI. Kala itu, harga BDMN langsung terbang 39,13% menjadi Rp 6.400. Investor bergairah memburu BDMN karena DBS mengumumkan harga tender offer di Rp 7.000.
Proses akuisisi kian rumit lantaran Bank Indonesia (BI) tak merestui akuisisi BDMN. Niat bank asal Singapura terhalang beleid BI mengenai kepemilikan bank umum.
Beleid itu hanya membolehkan investor bank membeli maksimal 40% saham perbankan di Indonesia. Tapi, DBS enggan jika hanya mengakuisisi 40% saham BDMN karena kurang menguntungkan. Tarik-menarik soal ini membuat harga BDMN naik turun di Rp 5.000-Rp 6.500.
Supriyadi, Kepala Riset OSO Securities menambahkan, fluktuasi harga saham BDMN memang menyesakkan. Terlebih, investor banyak membeli saham BDMN saat harganya di atas Rp 5.000 per saham. "Bagi yang sudah terlanjur beli, sebaiknya cut loss saja dulu," saran Supriyadi. Sedangkan, bagi yang belum membeli sebaiknya sabar.
Ini karena kinerja semester I 2013 jauh dari harapan. Laba bersih BDMN turun 5% menjadi Rp 1,9 triliun. Tekanan ini kian besar karena suku bunga kredit kian tinggi. "Sektor UMKM yang menjadi pasar besar BDMN akan berat menyerap kredit jika bunga kian mahal," jelas Supriyadi.
Apalagi, bisnis multifinance BDMN, Adira Finance, tertekan akibat kebijakan uang muka BI. "Bagi yang tertarik, sebaiknya tunggu hingga rilis kinerja kuartal III 2013 BDMN," imbuh Supriyadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News