kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Daya beli menekan emiten konsumer


Senin, 20 Agustus 2018 / 11:45 WIB
Daya beli menekan emiten konsumer
ILUSTRASI. Belanja ritel


Reporter: Grace Olivia | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Awan kelabu masih menyelimuti emiten sektor konsumer sepanjang tahun ini. Momentum Ramadan dan Lebaran tak serta merta mengangkat kinerja keuangan emiten di sektor ini.

Di semester satu lalu, mayoritas emiten konsumer cuma mencetak pertumbuhan kinerja keuangan satu digit. Tingkat konsumsi masyarakat masih rendah. Ini menekan kinerja emiten konsumer secara keseluruhan.

Bahkan, beberapa emiten konsumer gagal mencatat kenaikan laba. Misalnya UNVR. Laba bersih emiten ini turun 2,49% year-on-year (yoy) menjadi Rp 3,53 triliun, seiring dengan penurunan penjualan sebesar 0,3% yoy menjadi Rp 21,18 triliun. Tak jauh berbeda, ICBP cuma mencetak pertumbuhan penjualan maupun laba bersih single digit.

Hanya MYOR yang mampu membukukan kenaikan penjualan dan laba bersih hingga dua digit. Penjualan emiten ini tumbuh 15,19% yoy menjadi Rp 10,82 triliun dan laba bersih tumbuh 34,32% yoy menjadi Rp 735,87 miliar.

Analis BCA Sekuritas Pandu Anugrah mengatakan, pertumbuhan kinerja emiten yang mini diprediksi masih akan berlanjut emiten konsumer hingga 2019. Kami memperkirakan pertumbuhan pendapatan dasar sektor konsumer sekitar 5,4% selama 2018 sampai 2019, seiring datarnya pertumbuhan volume penjualan, terang dia dalam risetnya 8 Agustus lalu.

Tingkat konsumsi masyarakat yang belum pulih juga jadi salah satu faktor utama kinerja emiten sektor ini tersendat. Analis Mirae Asset Sekuritas Mangesti Diah Sulistiani menjabarkan, sepanjang Juli terjadi penurunan indeks kepercayaan konsumen menjadi level 124,8 dari level 128,1 pada bulan sebelumnya.

Penurunan ini disebabkan oleh dua hal, yaitu melemahnya persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan melemahnya optimisme konsumen pada kondisi ekonomi ke depan. Mangesti bahkan mencatat, indeks kondisi ekonomi saat ini sebesar 115 poin atau turun 4,8% dari bulan sebelumnya. Begitu juga dengan indeks ekspektasi konsumen. Indeks ini turun 0,5% ke level 134,7.

Senada, Aditya Perdana Putra, analis Semesta Indovest, juga berpendapat daya beli konsumen baru akan membaik jelang akhir semester pertama tahun depan. Saat ini, depresiasi nilai tukar juga membebani kinerja emiten.

Segmen kelas menengah juga menahan konsumsi belanja dan lebih banyak menabung, sementara pelemahan rupiah dan naiknya harga minyak juga mempengaruhi biaya packaging dan kenaikan bahan baku, ujar Aditya, Jumat (17/8).

Di kuartal selanjutnya, Pandu memproyeksi pelemahan mata uang akan semakin memicu tekanan pada marjin emiten konsumer. Ia bahkan melihat ada peluang rupiah tertekan hingga Rp 15.000, sehingga mengakumulasi pelemahan sekitar 10,7% jika dihitung sejak awal tahun.

Mengingat kemungkinan pertumbuhan volume penjualan satu digit dan melemahnya mata uang, kami memproyeksi EBIT CAGR sebesar 5,2% selama periode 2018–2020, dibandingkan 22,8% pada 2008–2012 silam, ujar Pandu.

Rekomendasi emiten

Ditilik per emiten, Aditya mengatakan, penurunan kinerja dari masing-masing emiten, seperti UNVR dan ICBP, disebabkan kinerja segmen bisnis yang lesu. Menurut dia, hanya MYOR yang mencatat kinerja positif di enam bulan pertama tahun ini.

Aditya menilai kinerja MYOR berpotensi melampaui pencapaian kinerjanya tahun lalu. "Sementara UNVR dan ICBP mengalami pertumbuhan pendapatan dan margin yang relatif flat dan menurun, prediksi Aditya. Ia memberi rekomendasi akumulasi saham MYOR dengan target harga Rp 3.250 per saham.

Sementara, Pandu berharap emiten konsumer mampu menaikkan harga secara bertahap tanpa mengurangi volume penjualan secara signifikan. Saat ini, ia menjadikan ICBP sebagai saham jagoannya di sektor konsumer. Ia memberi rekomendasi beli ICBP dengan target harga Rp 10.000 per saham.

Secara sektoral, Pandu menurunkan outlooknya terhadap sektor konsumer dari sebelumnya overweight menjadi netral. Investor hanya dapat memposisikan diri untuk jangka panjang karena pertumbuhan FMCG tampaknya masih akan lambat dalam jangka pendek, imbuh dia.

Setali tiga uang, Aditya memberi outlook netral untuk sektor konsumer di paruh kedua tahun ini, mengingat beberapa saham blue chips mengalami penurunan kinerja dan tekanan margin di semester-I lalu. Ia menilai, kinerja emiten hingga akhir tahun akan ditentukan oleh kebijakan pemerintah yang bisa mendorong daya beli masyarakat.

Aditya berharap kurs rupiah bisa stabil dan inflasi terkendali. "Keduanya adalah kunci di bagian makro, sementara strategi efisiensi biaya menjadi kunci untuk menjaga margin kotor dan operasional perusahaan, papar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×