Reporter: Arif Ferdianto, Yuliana Hema | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN- JAKARTA. Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) berencana untuk mengalirkan dana hasil dividen BUMN ke pasar modal. Sebagai tahap awal, Danantara sudah menempatkan dananya ke pasar surat utang.
Chief Investment Officer DPI Danantara Pandu Patria Sjahrir menjelasnya, pihaknya hanya punya waktu dua bulan untuk bergerak sehingga Danantara memerlukan instrumen yang paling likuid.
“Kebetulan kami hanya ada waktu dua bulan. Kami harus bisa yang paling cepat, harus menjadi market yang paling likuid. Salah satunya memang di bond market, kami juga ingin di public market equity,” jelasnya saat ditemui, Kamis (16/10).
Pandu menyebut Surat Berharga Negara (SBN) merupakan instrumen investasi yang paling aman dan likuid di pasar keuangan saat ini. Dia memastikan, dana hasil BUMN di SBN hanya bersifat sementara.
Baca Juga: Ekonomi Inggris Kembali Naik di Bulan Agustus
“Hanya jangka pendek. Untuk jangka panjang harus kombinasi, baik dari sisi pasar modal dan juga dari sisi bond market. Itu dari sisi public market investasi, itu semua akan digabung,” kata dia.
Danantara juga masih mengincar untuk menyebar portofolio investasi ke pasar modal. Namun, Pandu menyoroti untuk masuk ke pasar saham dibutuhkan likuiditas yang tinggi agar pergerakan dana lebih efisien.
Menurutnya, nilai transaksi di pasar saham Indonesia masih relatif rendah dibandingkan negara-negara. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) per Kamis (16/10), rata-rata nilai transaksi harian mencapai US$ 988 juta.
“Itu harus ditingkatkan harus bisa US$ 5 miliar–US$ 8 miliar per hari. Tidak boleh kalah juga dengan India,” ucap Pandu.
Dalam catatan KONTAN, Pandu sempat menyatakan Danantara akan bertindak sebagai penyedia likuiditas atau liquidity provider di pasar saham. Rencananya, Danantara akan menyalurkan investasi sekitar US$ 10 miliar.
Dengan asumsi sekitar 5%–10% dari total dana investasi tersebut dialokasikan untuk memperkuat pasar saham, maka nilai yang akan digelontorkan dapat menembus Rp 8,29 triliun–Rp16,58 triliun.
Jika dicermati mendekati satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih tertahan di atas 8.000. Pada perdagangan Kamis (16/10), IHSG ditutup menguat 0,91% ke level 8.124,75.
Terpantau saham-saham perbankan pelat merah mulai yang tertekan beberapa hari terakhir berbalik menguat. Misalnya, saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang menguat 2,12%.
Lalu saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang ditutup menguat 0,99% ke posisi Rp 4.090. Penguatan juga terjadi pada saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebesar 0,86% ke level Rp 3.530.
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy menilai akan lebih baik jika dividen BUMN digunakan di pasar ekuitas untuk memperbesar transaksi harian untuk menjaga indeks daripada di pasar SBN.
“Tetapi prioritas mestinya tetapi di proyek dan investasi di sektor riil yang mempunyai multiplier effect besar untuk masyarakat (ketenagakerjaan), industri (manufaktor) dan pertumbuhan ekonomi,” jelasnya kepada KONTAN, Kamis (16/10).
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan menilai Komitmen Danantara untuk berperan sebagai liquidity provider juga berpotensi memperkuat stabilitas pasar saham domestik.
Baca Juga: Menhaj Siap Perjuangkan Lokasi Terbaik bagi Jemaah Haji Indonesia di Masyair
“Dengan asumsi 5%–10% dari total dana investasi dialokasikan ke pasar saham, suntikan ini dapat membantu menjaga likuiditas dan meredam volatilitas, terutama di saham-saham Danantara besar,” kata dia.
Menurutnya, efeknya terhadap IHSG kemungkinan lebih bersifat stabilisasi ketimbang menjadi pendorong utama kenaikan indeks. Mengingat arah pasar masih sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal.
Setali tiga uang, Head of Research KISI Sekuritas Muhammad Wafi dengan asumsi 5%–10% dari dana US$ 10 miliar, ini akan menjadi modal yang kuat untuk menopang likuiditas di pasar saham Tanah Air.
“Dampaknya mungkin tidak langsung ke indeks, tetapi bisa menstabilkan harga saham yang berada di bawah Danantara sekaligus menarik minat investor institusi dan asing,” katanya.
Dengan wacana Danantara sebagai penyedia likuiditas, saham-saham pelat merah berpotensi mendapatkan angin segar dari aliran jumbo dari lembaga pengelola investasi itu.
Wafi menilai emiten konstruksi seperti WIKA dan ADHI masih memerlukan waktu untuk pulih, tetapi kedua emiten itu bisa mendapat keuntungan dari pipeline proyek hijau yang diinvestasikan Danantara.
“Sedangkan sektor energi seperti, TPIA dan BRPT justru berpeluang jadi motor utama grup, apalagi dengan fokus ke transisi energi,” ucapnya.
Investment Analyst Edvisor Provina Visindo Indy Naila menilai saham dari sektor perbankan dan energi terbarukan menarik untuk dilirik. Saham pilihannya jatuh pada BBRI dengan target harga di Rp 5.025.
Indy juga menjagokan saham BMRI dengan target harga di Rp 5.200. Terakhir dari sektor energi baru terbarukan, pilihan dia jatuh pada PGEO dengan target harga di Rp 1.500.
Ekky menambahkan investor dapat mencermati emiten dengan fundamental kuat dan emiten yang memiliki eksposur langsung ke proyek strategis seperti energi, infrastruktur dan hilirisasi mineral.
“Namun, emiten perbankan yang selama ini menjadi penyumbang dividen terbesar dengan kinerja konsisten juga tetap menarik,” katanya.
Menurutnya, investor dapat menerapkan melakukan akumulasi selektif jangka menengah hingga panjang, sambil menunggu kejelasan realisasi proyek dan arah alokasi investasi Danantara di pasar modal.
Baca Juga: Resmi Dapat Izin Nasional, Gadai Mas Nusantara Berencana Lakukan Ekspansi
Selanjutnya: Dukung Ketahanan Energi, PGN Saka Perkuat Kinerja Hulu Migas dan Efisiensi Operasi
Menarik Dibaca: Kolaborasi Menjadi Kunci Menuju Swasembada Energi Nasional
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News