Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Perkembangan industri reksadana syariah melambat. Dana kelolaan reksadana syariah sepanjang tahun ini hanya sekitar 12,72% atau lebih rendah dibandingkan pertumbuhan sepanjang tahun lalu yang mencapai 16,77%.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, dana kelolaan reksadana syariah hingga 8 Desember 2014 mencapai Rp 10,63 triliun atau tumbuh dibandingkan akhir tahun lalu yang sekitar Rp 9,43 triliun. Total produk reksadana syariah naik dari 65 produk menjadi 73 produk pada periode yang sama.
Sedangkan porsi reksadana syariah terhadap total nilai dana kelolaan industri reksadana turun. Pada 2013 lalu, kue dana kelolaan reksadana syariah mencapai 4,90% dibandingkan total dana kelolaan reksadana yang sekitar Rp 192,544 triliun. Per 8 Desember 2014, porsi reksadana syariah hanya sekitar 4,55% dari total dana kelolaan reksadana yang sekitar Rp 233,63 triliun.
Direktur Indo Premier Investment Management (IPIM) Ernawan R Salimsyah mengatakan minimnya industri reksadana syariah disebabkan oleh minimnya ketersediaan underlying asset, terutama obligasi syariah atau sukuk untuk reksadana pendapatan tetap. Likuiditas sukuk di pasar juga terbatas sehingga pergerakan harga menjadi kurang agresif.
Di sisi lain, imbal hasil sukuk juga kurang menarik lantaran dipotong pajak. "Seharusnya ada insentif pajak atas kupon dan keuntungan penjualan sukuk untuk menggairahkan penerbitan instrumen syariah," kata Ernawan, Jakarta, Selasa (9/12).
Sementara itu, perkembangan industri reksadana saham serta exchange traded fund (ETF) syariah perlu didukung oleh insentif seperti tidak dikenakannya biaya bursa atau levy fee untuk transaksi saham yang menjadi aset dasar reksadana. Disamping itu, juga perlu adanya insentif pajak atas dividend saham serta atas penjualan saham.
IPIM sendiri memiliki reksadana exchange traded fund (ETF) syariah bernama Premier ETF Syariah Jakarta Islamic Index (JII). Ernawan mengklaim dana kelolaan produk ini tumbuh dengan cepat. Data OJK menunjukkan dana kelolaan produk ini naik menjadi Rp 460,227 miliar pada akhir November 2014 dibandingkan awal Januari yang sebesar Rp 107,93 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News