Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Cuan dari obligasi pemerintah denominasi dolar AS atawa obligasi global bisa jadi menarik karena pajak ditanggung pemerintah, bukan investor. Namun, akses untuk membeli obligasi global cukup sulit dijangkau investor ritel.
Sepekan lalu, pemerintah sukses menjual sukuk global mencapai US$ 3,25 miliar. Surat berharga syariah ini terdiri dari tenor 5 tahun yang memberikan kupon 4,40% dan tenor 10 tahun yang memberikan kupon 4,70%.
Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan, imbal hasil obligasi global (INDON) lebih menarik dibandingkan dengan deposito denominasi dollar AS yang tidak sampai 1%. Sementara, yield obligasi global diberbagai tenor berkisar 3%-6%. "Yield INDON sangat tinggi untuk denominasi dolar AS," kata Wawan, Senin (30/5).
Baca Juga: Pasar Saham dan Obligasi Menorehkan Kinerja Positif di Tengah Ancaman Global
Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto mengatakan surat utang global ini memiliki kelebihan dari sisi perpajakan. Terdapat, aturan khusus bahwa transaksi obligasi valas tidak dikenakan pajak. Aturan tersebut mengacu pada PERMENKEU RI NOMOR 213/PMK.010/2021 TANGGAL 31 DESEMBER 2021 tentang pajak penghasilan ditanggung pemerintah atas bunga atau imbalan surat berharga negara yang diterbitkan di pasar internasional dan penghasilan pihak ketiga atas jasa yang diberikan kepada pemerintah atau pihak lain yang mendapatkan penugasan dalam rangka penerbitan dan atau pembelian kembali surat berharga negara di pasar internasional.
Meski begitu, Ramdhan mengamati mayoritas yang membeli obligasi global adalah investor institusi. Sementara, jumlah minimal investasi awal yang bisa mencapai ratusan juta kurang cocok bagi investor ritel. Selain itu, terdapat biaya kustodi, transaksi dan penyimpanan yang lebih tinggi dari obligasi denominasi rupiah.
Baca Juga: Kurs Rupiah Berpotensi Melemah di Perdagangan Terakhir Bulan Mei
Dari sisi risiko, Wawan mengatakan imbal hasil obligasi global berpotensi turun juga karena suku bunga The Federal Reserve (The Fed) naik. Namun, untuk investor jangka panjang, Wawan menilai instrumen ini bisa tetap menjadi pilihan.
Di sisi lain, secara teori risiko INDON bisa jadi lebih besar dari Surat Utang Negara (SUN) meski sama-sama dikeluarkan pemerintah. Risiko tersebut adalah risiko kurs.
Selain itu, risiko juga bisa datang dengan skenario, bila SUN yang denominasi rupiah, pemerintah bisa cetak rupiah untuk bayar kewajiban. Namun, pemerintah tidak bisa cetak dolar AS, sehingga risiko gagal bayar lebih tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News