Reporter: Agung Hidayat | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - KARAWANG. PT Cikarang Listrindo Tbk (POWR) berencana merambah sektor energi baru dan terbarukan (EBT). Perusahaan tersebut ingin mengembangkan pembangkit listrik yang memanfaatkan tenaga matahari yakni solar cell. Jenisnya rooftop solar cell karena dipasang di atap bangunan.
Kelak, Cikarang Listrindo bertindak sebagai penyuplai kebutuhan solar cell. "Kami juga bertugas sebagai pemasangnya," kata Matius Sugiaman, Direktur PT Cikarang Listrindo Tbk, ditemui di sela-sela acara CSR PT Cikarang Listrindo Tbk yang berlangsung di Karawang, Jawa Barat, Selasa (14/8).
Manajemen Cikarang Listrindo memberikan gambaran, setidaknya membutuhkan biaya US$ 1 juta untuk setiap pemasangan solar cell berkapasitas 1 megawatt (MW). Meski biaya pemasangannya tak murah, mereka meyakinkan jika manfaat yang didapat pengguna bakal besar.
Lantaran menggunakan sumber energi matahari, pengguna solar cell nyaris tak membutuhkan biaya operasional. Keunggulan lain, pelanggan bisa segera menikmati listrik dari solar cell. Hal itu berbeda dengan proyek pembangkit listrik non EBT yang membutuhkan waktu, mulai dari rencana hingga konstruksi pembangunan.
Cikarang Listrindo mengaku, sudah ada beberapa perusahaan yang sedang melakukan negosiasi pemasangan solar cell. Para peminat tersebut menjalankan usaha di Kawasan Industri Jababeka di Cikarang, Jawa Barat.
Namun, solar cell adalah sumber listrik dengan masa beroperasi jangka menengah. Jadi, operasionalnya tak selama pembangkit listrik non EBT. "Oleh karena itu pembangkit kami tetap standby kalau sewaktu-waktu butuh," ujar Yudho Pratikto, Deputy Director PT Cikarang Listrindo Tbk, dalam kesempatan yang sama.
Dalam catatan KONTAN, saat ini Cikarang Listrindo memiliki 10 turbin gas, tiga turbin uap dan dua unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Total kapasitasnya 1.144 MW dan tersebar di tiga lokasi. Ketiga sumber listrik itu terhubung dengan jaringan transmisi tegangan tinggi 150 kv sepanjang kurang lebih 30 kilometer (km).
Tumbuh single digit
Sementara hingga akhir tahun 2018 nanti, Cikarang Listrindo memprediksi bisnisnya paling banter tumbuh 5%. Target itu setara dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi.
Menurut Cikarang Listrindo, pertumbuhan industri listrik lebih tinggi yang ideal adalah 1,5 kali lipat ketimbang pertumbuhan ekonomi. Pada kenyataannya kini konsumsi listrik tak setinggi itu. "Mungkin hal ini dipengaruhi oleh penghematan konsumsi energi di masyarakat dan industri," Yudho menduga.
Selan tren pertumbuhan konsumsi listrik single digit, Cikarang Listrindo juga harus menghadapi tantangan pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Maklumlah, bahan bakar pembangkit listrik mereka menggunakan batubara dan gas. Adapun harga kedua bahan bakar itu dalam dollar AS.
Cikarang Listrindo mengaku membeli gas pada harga US$ 9,15 per mmbtu. Perusahaan yang tercatat dengan kode saham POWR di Bursa Efek Indonesia (BEI) tersebut menilai, harga gas yang tepat untuk industri adalah US$ 7 per mmbtu.
Apabila harga gas bisa lebih murah, Cikarang Listrindo yakin konsumsi listrik pelanggan bisa naik. Pasalnya, harga gas mempengaruhi formula harga listrik yang ditanggung oleh pelanggan.
Hingga 30 Juni 2018, Cikarang Listrindo masih mengempit sisa dana initial public offering (IPO) sebesar Rp 1,64 triliun. Mereka menggelar IPO pada 7 Juni 2016 dan memperoleh dana Rp 2,41 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News