Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - LONDON. Harga minyak mentah stabil setelah mendapat angin segar dari laporan bahwa OPEC dan Rusia hampir sepakat untuk memperpanjang pemangkasan produksi minyak. Namun, penguatan minyak mentah tertahan oleh ketegangan baru antara Amerika Serikat dan China.
Senin (1/6), pukul 16.50 WIB, harga minyak mentah Brent kontrak pengiriman Agustus 2020 di ICE Futures naik 10 sen, atau 0,3%, menjadi US$ 37,94 per barel.
Sementara itu, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Juli 2020 di Nymex turun 10 sen, atau 0,3%, menjadi US$ 35,39 per barel.
Baca Juga: Harga minyak terkoreksi karena kekhawatiran kerusuhan di AS
Harga emas kuning ini mendapat angin segar setelah OPEC dan Rusia, bagian dari kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, hampir sepakat mengenai durasi untuk memperpanjang pengurangan produksi minyak. Dua sumber Reuters di OPEC mengatakan, pengurangan produksi akan diperpanjang untuk satu hingga dua bulan.
Aljazair, yang memegang jabatan presiden OPEC bergilir, telah mengusulkan agar OPEC+ mengadakan pertemuan pada 4 Juni. Lebih cepat dari yang direncanakan sebelumnya yakni 9-10 Juni. Rusia mengatakan tidak keberatan untuk bertemu lebih awal.
"Fakta bahwa harga minyak mentah ... tidak banyak bereaksi terhadap berita tentang kemungkinan perpanjangan pemangkasan dapat dilihat sebagai tanda bahwa pasar telah menghargai banyak optimisme," kata analis JBC Energy dalam sebuah catatan.
Namun, ketegangan antara China dan AS juga mendorong beberapa kehati-hatian. Beijing telah memerintahkan perusahaan-perusahaan besar milik pemerintah untuk menghentikan beberapa pembelian barang-barang pertanian asal Negeri Paman Sam, termasuk kedelai.
Baca Juga: Harga minyak turun tipis, stok minyak AS membesar karena impor
"Kemungkinan meningkatnya ketegangan memang menimbulkan risiko bagi kenaikan harga minyak baru-baru ini," kata Harry Tchilinguirian, kepala penelitian komoditas di BNP Paribas.
Arahan Presiden AS Donald Trump untuk memulai proses penghapusan perlakuan khusus untuk Hong Kong kemungkinan akan menciptakan pendorong baru volatilitas di pasar global karena ketegangan antara Washington dan Beijing naik lagi.
Data manufaktur juga menunjukkan bahwa pabrik-pabrik Asia dan Eropa sedang berjuang karena berhenti berproduksi karena pandemi virus corona membuat permintaan tetap terkendali
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News