Reporter: Dupla Kartini, Bloomberg | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) tumbang karena spekulasi bank sentral China akan mengambil langkah-langkah untuk mengendalikan inflasi. Hal ini meningkatkan kekhawatiran bakal terpangkasnya permintaan minyak sawit.
Kontrak CPO untuk pengiriman Agustus di Malaysia Derivatives Exchange jatuh 1% ke level RM 3.236 atau setara US$ 1.060 per metrik ton, dan mengakhiri sesi perdagangan pagi di RM 3.250 per metrik ton di Kuala Lumpur.
Spekulasi pengetatan inflasi muncul setelah bank sentral memerintahkan para pemberi pinjaman untuk menyisihkan lebih banyak dana. Bank sentral China mengumumkan peningkatan rasio cadangan bank, pada 14 Juni lalu. Hal ini dilakukan untuk meredam inflasi. Pada Mei lalu, inflasi China mengalami percepatan 5,5%, yang merupakan laju tercepatnya hampir tiga tahun. Padahal, negara Asia sebagai pengonsumsi terbesar minyak nabati.
Wakil presiden futures & options at OSK Investment Bank Bhd. Ryan Long mengatakan, cadangan perbankan meningkat di China dan mengekspektasikan kenaikan suku bunga lebih lanjut bisa mengurangi konsumsi minyak tropis, seperti CPO. "Koreksi harga minyak mentah kemarin juga mempengaruhi pasar minyak sawit saat ini," tuturnya.
Minyak mentah untuk pengiriman Juli di New York Mercantile Exchange kemarin turun US$ 4,56 per barel ke posisi US$ 94,81 per barel. Ini adalah level terendahnya sejak 22 Februari. Koreksi harga minyak terjadi seiring jatuhnya indeks manufaktur di wilayah New York, dan Departemen Energi mengatakan permintaan bahan bakar AS turun untuk pertama kalinya dalam lima minggu.
Sementara, stok minyak sawit Malaysia per Mei naik ke level tertinggi 16 bulan seiring naiknya produksi. Long bilang, kemungkinan kenaikan produksi pada bulan depan akan lebih rendah. "Tapi, secara umum produksi Malaysia masih naik, dan ini sentimen negatif untuk harga CPO," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News