Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berkurangnya porsi impor bahan baku membuat PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), cukup menyelamatkan emiten dari dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Sehingga, derita yang diterima CPIN tahun ini tak terlalu dalam.
Presiden Direktur CPIN Tjiu Thomas Effendy mengungkapkan, pelemahan nilai tukar rupiah berdampak pada impor bahan baku dan beban pinjaman emiten dalam bentuk dolar AS.
"Pelemahan ada dua hal yang terpengaruh. Pertama bahan baku impor, yang porsinya sekarang hanya sekitar 30%, dan kedua loan atau pinjaman," kata Thomas usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), Rabu (23/5).
Ia menjelaskan, sebelumnya emiten banyak melakukan impor jagung untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak. Namun, kali ini bebeda, lewat program pemerintah untuk meningkatkan produksi jagung, maka porsi impor bahan baku perusahaan berkurang.
"Itu pengaruhnya bakal signifikan kalau sekarang kita masih impor jagung, tapi untungnya sudah tidak. Jadi yang diimpor sekarang adalag kedelai dan bahan baku kecil-kecil, jadi engga signifikan (dampak pelemahan)," ungkapnya
Dampak pelemahan terhadap pinjaman emiten pun dirasa Thomas, saat ini tak lagi signifikan. Ini karena, sejak tiga tahun lalu, CPIN merubah komposisi pinjaman rupiah-dollar AS dari 50:50 menjadi 80:20.
"Kita punya cost of fund, shingga ada satu mixing yang dikelola dengan baik. Sehingga komposisi paling ideal menurut kami saat ini 80:20. Jadi pinjaman kita saat ini 80% dalam rupiah dan 20% dolar AS, dan menurut kami itu ideal," jelas Thomas.
Direktur CPIN Ong Mei Sian menyampaikan, saat ini pinjaman bank emiten dalam bentuk dolar AS senilai US$ 80 juta atau 20% dari porsi utang. Untuk mengamankannya dari volatilitas rupiah, CPIN juga menerapkan hedging sesuai ketentuan Bank Indonesia (BI).
"Untuk pinjaman jangka pendek tentu hedging, bisa dengan beli produk hedging seperti forward, swap, atau dengan cash dalam dolar AS. Itu akan sama fungsinya seperti hedging," ujar Mei.
Untuk pinjaman jangka panjang, CPIN tidak melakukan hedging, sehingga porsinya pun sudah dikurangi. Dengan utang jangka panjang, perusahaan tidak akan terbebani pelunasan saat ini, namun ke depan harapannya rupiah bisa kembali menguat.
"Jadi 20% ini adalah risiko yang siap kita tanggung disaat rupiah melemah. Kalaupun melemah menjadi Rp 15.000, itu hanya dikalikan US$ 80 juta, jadi enggak akan sampai grogoti perusahaan," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News