Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tak kenal maka tak sayang mungkin jadi perumpamaan tepat bagi sosok Gabriel Rey De Leroy dalam memilih aset investasi. Sosok yang kini menjabat sebagai Chief Executive Officer (CEO) Triv.co.id, sebuah exchange aset kripto di Indonesia ini sempat menyepelekan instrumen investasi sebelum akhirnya justru jatuh cinta pada aset tersebut.
Bitcoin adalah instrumen investasi yang saat itu sempat dipandang mata oleh Gabriel. Jadi pada periode 2012 silam, untuk pertama kalinya Gabriel mendengar instrumen Bitcoin, namun ia mulanya menganggap Bitcoin sama seperti Dinar Coin yang pada periode tersebut juga cukup ramai dan mengusung konsep skema ponzi. Alhasil, ia pun mengabaikan Bitcoin.
Namun, setahun kemudian, dunia IT semakin ramai membahas soal Bitcoin, Gabriel yang saat itu masih menjabat sebagai backend core developer di Ooredoo Group pun jadi penasaran. Sebagai orang IT, ketika mengetahui konsep dan cara kerja Bitcoin, ia langsung menyadari inovasi yang ditawarkan Bitcoin sangatlah menarik ke depannya.
“Saya lihat teknologi Bitcoin ini inovatif dan tidak ada duanya, sehingga punya potensi yang menarik. Jadi saya memutuskan untuk beli Bitcoin, harganya masih ratusan dollar saat itu,” kata Gabriel kepada Kontan.co.id, belum lama ini.
Baca Juga: Begini prospek kripto klub bola yang terangkat oleh kepindahan Lionel Messi
Ia bercerita, betapa sulitnya saat itu hanya sekadar untuk membeli Bitcoin mengingat iklimnya belum seperti saat ini. Sampai akhirnya, pembelian Bitcoin pertamanya harus ke luar negeri menggunakan Paypal. Namun, seiring berjalannya waktu, Gabriel mulai menikmati kenaikan harga Bitcoin.
Melihat potensi keuntungan tersebut, ia memutuskan untuk menambah kepemilikan Bitcoin-nya dengan dana yang lebih besar. Sayangnya, pada minggu depannya harga Bitcoin turun hingga 50% lebih akibat adanya sentimen negatif dari China saat itu. Gabriel mengaku sempat panik dan khawatir dengan masa depan Bitcoin saat itu.
“Malamnya saya ga bisa tidur lihat kerugian sebesar itu. Cuman karena saya investasi pake uang dingin, jadi pede saja, yasudah di-hold dulu saja. Eh bablas sampe 2017 dan malah berbalik jadi untung lagi,” kenangnya.
Dalam perjalanan berinvestasi pada Bitcoin, Gabriel mengaku kesulitan untuk mengambil keuntungan karena ketika mau jual Bitcoinnya, tidak ada yang mau membeli sewaktu-waktu. Dengan pengalamannya dalam dunia IT, ia pun mendirikan Triv pada 2015 untuk mempermudah jual beli koin secara instan. Hingga akhirnya, Triv kini jadi semakin besar dan menjadi salah satu exchange asset kripto yang sudah diakui oleh Bappebti.
Baca Juga: Peretas kembalikan sebagian token kripto yang dicuri dari PolyNetwork
Pria yang hobi mengoleksi mobil mewah ini menilai Bitcoin merupakan kelas aset yang unik, dan belum ada yang bisa menyamainya. Selain itu, Bitcoin juga sudah too big too fail, sekarang regulasinya pun sudah semakin jelas. Oleh sebab itu, dia meyakini prospek Bitcoin secara jangka panjang dan masih terus melakukan hold hingga saat ini.
Bahkan, Gabriel berujar bahwa 90% portofolionya saat ini ditempatkan di Bitcoin. Ketika disinggung soal diversifikasi, ia mengaku 10% sisanya diinvestasikan ke dalam properti dan beberapa instrumen lainnya. Baginya, di umurnya yang masih di kepala tiga, ia ingin menjadi investor yang seagresif mungkin.