Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Indeks ditutup naik 0,40% ke 5.540,432, Jumat (17/3). Kenaikan ini diiringi kenaikan kapitalisasi pasar yang juga menembus rekor. Kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia mencapai Rp 6.019 triliun.
Konsekuensinya, price earning ratio (PER) IHSG jadi makin tinggi. Bahkan, kenaikannya melampaui PER sejumlah bursa di kawasan Asia (lihat infografik).
Berdasarkan data BEI, PER IHSG baru ada di level 15 kali. Tapi menurut data Bloomberg, PER IHSG mencapai 24 kali. Level ini melampaui PER indeks KOSPI dan Nikkei yang masing-masing berada pada level 17 kali.
PER IHSG juga melampaui PER Strait Times Index (STI). PER indeks bursa Singapura ini tercatat sebesar 13 kali. "Memang menjadi agak mahal," kata analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra kepada KONTAN, Jumat (17/6).
Kenaikan indeks terjadi setelah investor ramai-ramai melakukan aksi beli. Bukan hanya lokal, investor asing pun ramai-ramai masuk ke bursa. Pembelian bersih investor asing mencapai Rp 2,49 triliun.
Aditya bilang, sentimen dividen mendorong ramainya aksi beli, terutama oleh asing. Apalagi, emiten BUMN tahun ini menawarkan payout ratio dividen lebih besar. "Sehingga, asing banyak masuk ke saham LQ45 dan big caps, terutama perbankan," jelas Aditya.
Berdasarkan data RTI, tiga saham dengan pembelian bersih tertinggi asing adalah saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) senilai Rp 634,5 miliar, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Rp 347,9 miliar, dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar Rp 143,6 miliar.
Meski PER tinggi, analis menilai mahal atau tidaknya PER IHSG menjadi relatif jika memasukkan faktor jumlah saham beredar. Apalagi, sejak akhir tahun lalu hingga saat ini banyak aksi korporasi berupa rights issue. Otomatis, jumlah saham beredar meningkat.
Meningkatnya jumlah saham beredar akan menurunkan level laba bersih per saham atau earning per share (EPS). "EPS yang turun akan membuat PER naik," kata David Sutyanto, Analis First Asia Capital.
Selain karena kenaikan harga saham, kenaikan pada jumlah saham beredar itu pula yang akhirnya mengerek kapitalisasi pasar IHSG menembus Rp 6.000 triliun.
Oleh sebab itu, meski PER makin tinggi, bukan berarti IHSG harus dihindari. "Wajar kalau PER naik tapi disertai oleh fundamental yang baik," imbuh David.
Aditya sependapat. Meski ada potensi profit taking, tapi ia menilai pasar masih akan menguji level 5.600 pekan depan. Soalnya, musim dividen belum usai.
Masih ada sejumlah emiten, terutama pelat merah, yang belum mengumumkan rencana pembagian dividen serta laporan keuangan. Salah satunya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM).
Selain itu, IHSG juga disokong optimisme pelaku pasar bahwa Standard & Poor's (S&P) akan menaikkan peringkat utang Indonesia tahun ini. Dus, Indonesia akan masuk level investment grade.
Jika sampai naik, dampaknya akan signifikan. Apalagi, S&P selama ini relatif pelit menaikkan peringkat. "Jadi, pekan depan kami prediksi IHSG masih berada pada tren naik," ujar Aditya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News