Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Rizki Caturini
DENPASAR. Pemerintah makin mengandalkan badan usaha milik negara (BUMN) sebagai ujung tombak mendorong ekonomi. Untuk menyukseskan berbagai rencana ekspansi perusahaan pelat merah, pemerintah getol mendorong BUMN mencari dana.
Para BUMN di antaranya akan menggalang dana (fundraising) dari pasar modal, di antaranya melalui initial public offering (IPO). Dana segar yang bakal dikumpulkan dari pasar modal berpotensi mencapai lebih dari Rp 100 triliun.
Setidaknya ada sembilan anak usaha BUMN siap menggelar IPO. "Nilai emisi semuanya nanti sekitar Rp 21 triliun," kata Aloysius Kiik Ro, Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN, Jumat (10/3).
Masing-masing BUMN akan melepas sekitar 20%-25% saham. Tidak semua anak usaha BUMN akan langsung IPO. Eksekusinya dilakukan bertahap, mengikuti termin waktu masing-masing. Hal ini dilakukan demi menghindari kejenuhan pasar atau malah mengeliminasi prospek IPO sektor yang lain.
Misal, saat ini yang paling mendesak adalah infrastruktur. Karena itu, anak usaha BUMN karya berada di antrian pertama IPO. Setelah itu, baru IPO anak usaha BUMN energi. "Jadi, akan kami sebar. Ada yang kuartal dua, kuartal tiga dan seterusnya hingga 2018," jelas Aloy.
Fund raising melalui sekuritisasi aset juga dikejar. PT Jasa Marga Tbk (JSMR) sudah menyiapkan dua aset yang akan didivestasi sebagai langkah awal sekuritisasi aset. Aset tersebut ialah jalan tol JORR W1 (Kebon Jeruk-Penjaringan) dan PT Trans Marga Jateng (TMJ).
Menyusul JSMR, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga akan menggelar sekuritisasi aset. Salah satu yang masuk ke dalam daftar skema itu adalah aset PT Indonesia Power. Sekuritisasi terhadap JSMR ditargetkan sekitar Rp 2 triliun. Sementara PLN mencapai lebih dari Rp 10 triliun.
Selain IPO dan sekuritisasi aset, emiten dan calon emiten pelat merah juga mengincar dana dari penerbitan obligasi dan rights issue. PT PP Properti Tbk (PPRO) mengincar dana sekitar Rp 1,5 triliun dari rights issue.
Anak usaha BBRI, PT BRI Agroniaga Tbk (AGRO) mengincar dana segar Rp 1 triliun. Belum lagi penerbitan obligasi dari sejumlah anak usaha BUMN lain.
Tapi, rencana ini perlu dipersiapkan sangat matang. "Karena banyak tantangan, terutama dari sentimen global yang bisa menghambat fundrasing dari pasar modal," jelas analis NH Korindo Securities Bima Setiaji.
Ada ketidakpastian global dari sentimen kenaikan Fed funds rate. Belum lagi soal pilkada DKI Jakarta yang juga menjadi perhatian investor domestik.
Ketidakpastian berpotensi mendorong investor pasar modal meminta return premium. Ini bisa membuat cost of equity menjadi lebih tinggi, setidaknya hingga semester satu 2017.
Selain pendanaan lewat pasar modal, tentu masih ada opsi pendanaan perbankan. Tapi, pendanaan dari bank akan tetap terbatas.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio menambahkan, rencana pemerintah ini akan membuat pasar modal lokal lebih atraktif. "Ini sekaligus menjadi peluang bagi underwriter untuk membantu menambah emiten baru," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News