kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bukit Asam (PTBA): Gasifikasi batubara bisa bantu menekan impor LPG


Rabu, 30 September 2020 / 16:49 WIB
Bukit Asam (PTBA): Gasifikasi batubara bisa bantu menekan impor LPG
ILUSTRASI. PTBA telah memutuskan untuk membangun pabrik gasifikasi ini di Tanjung Enim, Sumatra Selatan


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proyek gasifikasi batubara PT Bukit Asam Tbk (PTBA) masih terus bergulir. Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin mengatakan, pabrik ini ditargetkan mulai berproduksi komersial pada tahun 2025 dengan konsumsi batubara sekitar 6 juta ton per tahun yang akan disuplai oleh PTBA. Pabrik ini akan menghasilkan 1,4 juta ton dymethil ether (DME) per tahunnya.

Adapun PTBA telah memutuskan untuk membangun pabrik gasifikasi ini di Tanjung Enim, Sumatra Selatan. Salah satu pertimbangannya adalah, Tanjung Enim dinilai lebih efisien dari sisi infrastruktur dan kalori batubara yang tersedia. “Sehingga, belanja modal (capex) dan biaya operasional (opex) nya jauh lebih  hemat di Tanjung  Enim,” terang Arviyan saat paparan kinerja secara virtual, Rabu (30/9).

Sebelumnya, PTBA juga mempertimbangkan Peranap, Riau, sebagai lokasi gasifikasi ini. Hadirnya pabrik gasifikasi ini, lanjut Arviyan, akan mengurangi ketergantungan impor liquefied petroleum gas (LPG) yang selama ini membebani neraca perdagangan Indonesia. Sebab, DME yang dihasilkan Bukit Asam akan bertindak sebagai subitisi LPG, yang diketahui sampai saat ini 70% industri dan rumah tangga domestik masih menggunakan LPG sebagai bahan bakar.

Baca Juga: Jaga kinerja, Bukit Asam (PTBA) akan fokus efisiensi

Sehingga, keberlanjutan proyek ini dinilai tidak terlalu terdampak potensi resesi ekonomi yang melanda Indonesia. Toh, dalam keadaan resesi pun, kebutuhan energi untuk kebutuhan dapur misalnya akan terus eksis. “Untuk aspek keekonomian, yang jelas harga DME nantinya tidak akan lebih mahal dari LPG yang ada di pasar. Sebab tidak ada komponen biaya impor dan komponen dolar AS,” sambung dia.  

Proyek dengan nilai investasi US$ 2,4 miliar ini akan memakan waktu konstruksi antara 3,5 tahun sampai 4 tahun. Selain bertindak sebagai penyedia batubara, Bukit Asam juga bertindak sebagai pembantu dalam hal perizinan dan juga administrasi.  Sementara proyek tersebut sepenuhnya akan dibiayai dan dibangun oleh Air Product, dengan PT Pertamina (Persero) bertindak sebagai offtaker produk.

Baca Juga: Terdampak pandemi, laba bersih Bukit Asam (PTBA) anjlok 35% di semester I-2020

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×