kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Bukan lockdown, pelaku pasar dukung pemberlakuan PSBB ketat layaknya PSBB jilid I


Kamis, 28 Januari 2021 / 20:10 WIB
Bukan lockdown, pelaku pasar dukung pemberlakuan PSBB ketat layaknya PSBB jilid I
ILUSTRASI. Laju pertumbuhan kasus aktif Covid-19 per hari semakin mengkhawatirkan.


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tuas rem darurat seharusnya kembali segera ditarik secepatnya. Pasalnya, laju pertumbuhan kasus aktif Covid-19 per hari semakin mengkhawatirkan. Bahkan, beberapa hari terakhir, jumlah kasus baru terus mencatatkan peningkatan di atas 10.000 kasus per hari.

Teranyar, pada Kamis (28/1) jumlah kasus baru Covid-19 bertambah sebanyak 13.695 kasus. Bahkan, pada hari ini angka kematian kembali menembus rekor baru, yakni sebanyak 476 orang. Alhasil, total orang Indonesia yang terinfeksi Covid-19 hingga hari ini mencapai 1,04 juta jiwa, dengan progres pemulihan 81,1% atau sekitar 842 ribu orang dan tingkat kematian 2,8% atau sebanyak 29.331 jiwa.

Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management Reza Fahmi menilai, salah satu andil yang menyebabkan tingginya kasus Covid-19 di Indonesia adalah ketidaksigapan pemerintah dalam mengambil keputusan krusial. Pemerintah dinilai lamban dalam menetapkan kebijakan.

“Saat itu pemerintah kita termasuk yang lamban dalam menangani covid-19, khususnya di awal pandemi. Hal ini dapat dilihat dari penutupan akses keluar masuk negara yang cenderung longgar,” Kata Reza kepada Kontan.co.id, Rabu (27/1).

Baca Juga: Program vaksinasi dinilai bisa jadi game changer pemulihan ekonomi Indonesia

Head of Investment Farash Farich juga punya pendapat yang sama. Menurut dia pemerintah kurang optimal dalam implementasi suatu kebijakan. Dia mencontohkan pada penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

“Pengawasan pelaksanaan PSBB saya rasa hanya optimal pada awal-awal saja. Semakin ke sini, saya rasa pengawasan masih bisa lebih ditingkatkan,” tambah Farash.

Dengan kasus yang belum ada tanda-tanda mereda, baik Farash dan Reza meyakini lockdown total bukanlah keputusan yang tepat. Reza melihat lockdown yang mengharuskan masyarakat tidak beraktivitas dan pemerintah wajib menghidupi kebutuhan pokok rakyatnya, dirasa tidak akan memadai dan akan berimbas kepada ketahanan ekonomi nasional.

Baca Juga: Kasus Covid-19 tembus sejuta, ini tanggapan pelaku pasar soal lockdown

Oleh karena itu, Reza lebih memilih untuk pemberlakuan PSBB tapi dengan syarat pengawasan yang lebih ketat. Seperti memperketat jalur keluar masuk negara maupun daerah, meningkatkan penyebaran vaksin, dan membuka jalur distribusi vaksin umum di berbagai daerah.

“Proses vaksinasi yang lebih cepat juga bisa jadi fokus yang diutamakan oleh pemerintah saat ini. Tak lupa, kesadaran dan kepatuhan masyarakat juga turut menjadi kunci dalam menekan penyebaran Covid-19 ini,” imbuh Reza.

Sementara Farash melihat PSBB juga jadi pilihan yang lebih baik dibanding lockdown. Namun, dia bilang PSBB sebaiknya diberlakukan seketat PSBB jilid pertama. Selain itu, yang dibutuhkan dalam jangka pendek adalah menambah kapasitas ICU, tempat isolasi darurat, serta peralatan pendukungnya secara signifikan.

Baca Juga: Kasus corona terus meningkat, CORE: Kebijakan lockdown sudah tak bisa diterapkan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×