Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proses divestasi sebagian saham anak usaha PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), PT Dairi Prima Mineral (DPM), kepada Nonferrous Metal Industry’s Foreign Engineering and Construction Co. Ltd. (NFC) terus berlanjut.
Andrew Neale, Chief Executive Officer (CEO) & President Director BRMS mengatakan, sejatinya penutupan atau closing atas conditional share purchase agreement (CSPA) divestasi tersebut dikejar tahun lalu. Namun, target waktu itu tak sampai.
"Hal itu membuat kami kecewa. Tapi, kami dan NFC yakin transaksinya bisa diselesaikan semester I tahun ini," jelas Andrew, Senin (2/4).
Hubungan antara BRMS dan NFC sudah terjalin sejak Oktober 2013. Kala itu, NFC sepakat membantu pengembangan tambang timah dan seng milik DPM. Bantuannya dalam bentuk dana sebesar 85% dari nilai investasi pengembangan tambang.
Pada Juni 2017, BRMS, NFC dan sejumlah pihak lainnya menandatangani CSPA untuk mengalihkan 51% saham DPM dalam BRMS kepada NFC. Nilai transaksinya ditaksir mencapai US$ 198 juta.
Hasil divestasi itu juga yang disebut-sebut bakal menjadi dana pembayaran untuk akuisisi 20% saham DPM dari PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
Sebagaimana diketahui, jelang akhir Desember 2017, ANTM meneken CSPA atas pengalihan 20% saham DPM kepada BRMS. Nilai transaksinya sekitar US$ 57,24 juta. Segera setelah transaksi selesai, BRMS bakal menguasai 100% saham DPM.
Kabarnya, dana akuisisi 20% saham itu diambil dari kas yang diterima BRMS setelah proses divestasi DPM kepada NFC tuntas. Namun, manajemen belum bersedia berkomentar banyak terkait hal tersebut. "Kami terikat dengan perjanjian kerahasiaan," ujar Director & Investor Relations BRMS Herwin Hidayat.
Yang terang, divestasi DPM bisa membuat kesehatan keuangan BRMS meningkat. Ditambah lagi dengan posisi perusahaan yang baru saja menyelesaikan restrukturisasi utang dan kembali masuk dalam mode ekspansi.
BRMS beberapa waktu lalu melakukan konversi utang ke saham atas kewajiban senilai US$ 232 juta. Dengan tuntasnya restrukturisasi utang itu, keuangan BRMS menjadi lebih sehat.
Rasio utang terhadap ekuitas atau debt to equity ratio (DER) membaik jadi 0,27 kali dari sebelumnya 0,44 kali. Restrukturisasi tersebut juga membuat beban keuangan BRMS menjadi lebih ringan, turun 41% menjadi US$ 63 juta dari sebelumnya US$ 107 juta.
"Kerugian per saham juga berkurang," ujar Andrew, Senin (2/4).
Selain menjadi lebih sehat, likuiditas perusahaan ke depan juga berpotensi meningkat dengan adanya divestasi DPM. "Dana itu akan melengkapi pengurangan (deleveraging) utang dalam neraca keuangan BRMS," imbuh Andrew.
Hal itu penting bagi BRMS. Sebab, divestasi itu juga nantinya akan memberikan fleksibilitas pendanaan bagi BRMS untuk memulai konstruksi tambang emas berkapasitas 80.000 ounce per tahun di Palu padatahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News