Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jelang akhir kuartal I 2025, tekanan jual Bitcoin (BTC) mulai mereda. Bitcoin menunjukkan tanda-tanda pemulihan dengan menguat di atas level psikologis penting di US$ 85.000.
Berdasarkan coinmarketcap, BTC berada di US$ 87.317 pada Selasa (25/3) pukul 16.52 WIB. Dalam 24 jam terakhir menguat 0,11% dan sepekan naik 5,11%.
Financial Expert Ajaib, Panji Yudha menerangkan, salah satu indikator pemulihan adalah arus masuk yang kuat ke ETF Bitcoin spot di Amerika Serikat (AS). Setelah lima minggu berturut-turut mengalami arus keluar, pekan lalu terjadi pembelian 8.775 BTC, setara dengan US$ 744 juta.
"Ini mengindikasikan mulai kembalinya kepercayaan investor terhadap pasar aset kripto," tulisnya dalam riset, Selasa (25/3).
Selain itu, indeks Fear and Greed mengalami kenaikan dari 32% ke 45%, mendekati level netral. Menurutnya, hal itu mencerminkan berkurangnya kekhawatiran pasar dan meningkatnya minat terhadap aset berisiko.
Baca Juga: Pasar Bitcoin Heboh! Ada yang Borong BTC hingga Rp 3,3 Triliun, Siapa Sosoknya?
Pekan ini, salah satu agenda penting yang menjadi perhatian investor adalah rilis laporan Personal Consumption Expenditures (PCE) Index pada Jumat (28/3). "PCE merupakan indikator inflasi yang menjadi preferensi The Fed dalam menentukan kebijakan moneter," sebutnya.
Panji menilai, jika inflasi menunjukkan tren melandai seperti yang diperkirakan analis, ada kemungkinan The Fed akan lebih longgar dalam kebijakan suku bunga. Saat ini, berdasarkan alat prediksi FedWatch, peluang pemangkasan suku bunga di semester pertama 2025, dengan pertemuan FOMC pada Juni menjadi momen krusial.
Berdasarkan data historis dari Coinglass, performa Bitcoin di kuartal I cenderung beragam. Rata-rata return Bitcoin di kuartal I sejak 2013 sebesar 51,61%, tetapi median-nya menunjukkan penurunan 1,46%, yang mengindikasikan bahwa meskipun ada beberapa tahun dengan lonjakan besar, tekanan jual juga sering terjadi.
Pada kuartal I 2025, Bitcoin mengalami penurunan 6,62%, lebih kecil dibandingkan koreksi pada kuartal I 2018 sebesar 49,7% atau 2020 sebesar 10,83%. "Meskipun kuartal I 2025 masih berada di zona negatif dengan, data historis menunjukkan bahwa Bitcoin memiliki peluang untuk menutup Maret dengan lebih positif," katanya.
Nah, berdasarkan tren sebelumnya, bulan Maret sering kali menjadi periode pemulihan setelah volatilitas tinggi di awal tahun. Dalam lima dari tujuh tahun terakhir, BTC berhasil membukukan kenaikan di bulan Maret, termasuk lonjakan 16,81% pada 2024 dan 22,96% pada 2023.
Jika pola ini berlanjut, Panji menilai ada kemungkinan bahwa BTC bisa menutup Maret 2025 dengan rebound yang lebih kuat. "Terutama dengan dukungan arus masuk ke Bitcoin-ETF dan sentimen pasar yang mulai membaik," sebutnya.
Lalu melihat tren historis, kuartal II sering kali menjadi periode yang lebih positif bagi Bitcoin. Sejak 2013, rata-rata return sebesar 26,89%, dengan median 7,38%. Bahkan di tahun-tahun seperti 2019 melesat 159,36% dan 2017 sebesar 123,86%, Bitcoin mencetak lonjakan signifikan.
Dengan adanya arus masuk ke Bitcoin-ETF, potensi pelonggaran kebijakan moneter The Fed, dan stabilisasi pasar global, Bitcoin berpeluang mengalami pemulihan lebih lanjut di kuartal II. Namun, investor tetap perlu mencermati dampak dari kebijakan tarif AS yang mulai berlaku pada 2 April serta perkembangan regulasi terhadap ETF berbasis altcoin.
Baca Juga: Peringatan Robert Kiyosaki Soal Bitcoin: Rasa Takut Salah Bikin Miskin
Selanjutnya: Jadwal Buka Puasa Kota Yogyakarta dan Sekitarnya Hari ini (25/3) Ramadhan Hari ke-25
Menarik Dibaca: Promo Hypermart Beli Banyak Lebih Hemat 21-27 Maret 2025, Snack Kalpa Beli 2 Gratis 1
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News