Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis nikel masih punya daya tarik di mata pelaku usaha. Sejumlah emiten pun tetap optimistis terhadap prospek industri nikel dan tergiur untuk melakukan ekspansi di komoditas mineral ini.
Tengok saja aksi PT Solusi Kemasan Digital Tbk (PACK). Emiten yang bergerak di industri percetakan digital untuk kemasan fleksibel ini akan merangsek ke bisnis perdagangan nikel usai berganti pengendali.
Pada Oktober lalu terjadi transaksi yang menyebabkan PT Eco Energi Perkasa (EEP) menjadi pengendali dengan kepemilikan 49% saham PACK.
Dengan pengambilalihan tersebut, saat ini penerima manfaat akhir dari kepemilikan saham PACK adalah taipan asal China, Deng Weiming, bos perusahaan komponen baterai lithium CNGR Advanced Material.
Baca Juga: Hilirisasi Bauksit Masih Kalah dengan Nikel, Ini Penyebabnya
EEP akan melakukan ekspansi dengan melibatkan PACK melalui entitas anak untuk mengembangkan bisnis perdagangan besar dan pengangkutan logam dan bijih logam. PACK pun akan meminta persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) untuk bebera agenda. Mulai dari pergantian nama, perubahan kegiatan usaha dan pelaksanaan rights issue.
PT Harum Energy Tbk (HRUM) juga meneruskan pengembangan portofolio bisnis nikel. HRUM bahkan sudah memetik hasil dari ekspansi nikel, dengan menopang pertumbuhan pendapatan periode sembilan bulan 2024 saat kontribusi dari batubara melandai.
Pada akhir bulan September, HRUM melakukan sejumlah aksi korporasi untuk memperkuat portofolio nikelnya. Sekretaris Perusahaan Harum Energy Renny Soependi mengatakan dengan berbagai aksi tersebut, ke depan mayoritas pendapatan dan laba HRUM secara konsolidasi akan bersumber dari unit bisnis nikel.
Holding industri pertambangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Mind Id, juga optimistis terhadap prospek nikel.
Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha Mind ID Dilo Seno Widagdo mengungkapkan pengembangan bisnis komoditas Mind Id masih berfokus ke ekosistem baterai kendaraan listrik alias Electric Vehicle (EV).
Dilo menyoroti, dinamika geo-politik akan menjadi faktor signifikan dalam menentukan arah pasar dan harga komoditas global. Termasuk dari kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, serta potensi terjadinya kebijakan proteksionis pada sejumlah negara.
Situasi itu bisa menahan laju pertumbuhan industri EV. Meski begitu, Dilo meyakini prospek nikel masih bisa ditopang oleh industri lain yang membutuhkan stainless steel seperti properti.
Baca Juga: Emiten Nikel Masih Getol Ekspansi, Cermati Prospek Kinerja & Rekomendasi Sahamnya
Apalagi, sektor properti di negara besar seperti China dan India kembali menggeliat.
"Untuk komoditas nikel kan nggak harus ke EV, tapi juga ada properti. Jadi kalau pertumbuhan di EV mungkin berkurang, growth dari sisi properti masih lebih besar," kata Dilo, Selasa (26/11).
Dilo menaksir harga nikel masih bergerak di level US$ 16.000 per ton sampai tutup tahun 2024. Level harga tersebut masih memberikan margin laba yang cukup baik dibandingkan biaya tunai (cash cost) produksi nikel.
Berbeda dari sejumlah negara lain seperti Australia, Filipina dan Eropa yang punya cash cost lebih tinggi. Dus, ada potensi penurunan pasokan dari sejumlah wilayah tersebut. Situasi itu bisa membuat tingkat harga nikel bisa terjaga, bahkan meningkat pada tahun 2025.
Seperti diketahui, Mind ID menggarap bisnis pertambangan dan pengolahan nikel melalui dua anak usahanya, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO).
Di sisi lain, kiprah emiten nikel di Bursa Efek Indonesia (BEI) pun semakin ramai. BEI kedatangan emiten baru, PT Daaz Bara Lestari Tbk (DAAZ) yang mendapat respons positif dari pasar dengan kenaikan harga saham yang signifikan usai resmi melantai pada 11 November 2024.
Sedangkan dari sisi kinerja, mayoritas emiten nikel telah merilis laporan keuangan periode sembilan bulan pertama tahun 2024. Hasilnya bervariasi. Ada yang merosot, ada juga yang mampu menumbuhkan pendapatan dan laba.
Contohnya INCO yang pendapatannya turun 24,45% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi US$ 708,56 juta. Laba bersih INCO pun menyusut sebanyak 78,55% (yoy) menjadi US$ 51,10 juta hingga September 2024.
Berbeda dari top line dan bottom line PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) yang kompak menanjak. Pendapatan emiten yang juga dikenal dengan nama Harita Nickel ini naik 17,74% (yoy) menjadi Rp 20,37 triliun. NCKL meraih laba bersih senilai Rp 4,83 triliun atau tumbuh 8,29% (yoy).
Rekomendasi Saham
Research Analyst Phintraco Sekuritas M. Rifki Darrisman mengamati kinerja emiten nikel yang bervariasi mencerminkan perbedaan strategi operasional dan struktur keuangan. Hal itu juga terkait dengan tantangan dalam melakukan efisiensi biaya dan persaingan di pasar nikel.
Perbedaan kinerja juga sejalan dengan dinamika harga nikel secara global yang menunjukkan penurunan harga sekitar 1%-2% pada tahun ini, meski pasokan nikel global khususnya dari Indonesia terus meningkat. Rifki menaksir outlook emiten nikel di sisa tahun 2024 dan pada tahun 2025 akan tetap stabil.
Rifki memperkirakan harga nikel akan berada di level US$ 17.500 per ton. Selanjutnya, ada peluang menanjak hingga mencapai level US$ 20.000 per ton pada tahun depan, dengan dorongan dari stimulus dan pemulihan ekonomi di China.
Baca Juga: Anggarkan Capex Rp 267,8 Triliun, MIND ID Incar Pertumbuhan 15,05% per Tahun
Sementara itu, Research Analyst Stocknow.id Emil Fajrizki memperkirakan permintaan nikel global tetap stabil di sisa tahun ini. Dus, harga nikel akan tetap fluktuatif dengan rentang yang moderat. Namun, risiko penurunan harga masih terbuka, terutama akibat perlambatan ekonomi global.
"Emiten yang fokus pada efisiensi produksi dan hilirisasi akan memiliki prospek lebih baik dibanding yang mengandalkan penjualan nikel mentah," kata Emil kepada Kontan.co.id, Rabu (27/11).
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer sepakat, emiten dengan strategi ekspansi dan diversifikasi produk seperti nikel sulfat, punya prospek yang lebih positif. Apalagi jika dibarengi dengan efisiensi operasional.
Tapi, Miftahul mengingatkan fluktuasi harga komoditas nikel global tetap menjadi tantangan bagi emiten.
"Di sisa tahun 2024, investor harus memperhatikan sentimen pasar global, kebijakan pemerintah terkait hilirisasi, dan hasil operasional emiten untuk menentukan potensi pergerakan harga saham," terang Miftahul.
Sebagai rekomendasi, Miftahul menyodorkan saham PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan NCKL untuk target harga di Rp 2.160 dan Rp 855. Sedangkan Emil menjagokan saham MDKA, PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) dan HRUM dengan target harga masing-masing di Rp 2.200, Rp 580 dan Rp 1.260.
Selain itu, Emil menyodorkan saham ANTM dengan strategi buy on dip untuk target harga di Rp 1.565. Sementara Rifki melirik saham INCO, HRUM dan ANTM dengan potensi fair value masing-masing di level harga Rp 4.010, 1.600 dan Rp 1.750 per saham.
Secara teknikal, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana melihat pergerakan indeks sektor barang baku yang memayungi saham emiten nikel akan cenderung sideways dan berada pada rentang MA200 terlebih dulu dalam jangka pendek. Khusus untuk saham emiten nikel, Herditya merekomendasikan saham ANTM, INCO dan HRUM.
Herditya menyarankan buy on weakness ANTM dengan support di Rp 1.385, resistance Rp 1.510 untuk target harga Rp 1.530 - Rp 1.575.
Kemudian, wait and see INCO dengan support di Rp 3.610 dan resistance di Rp 3.670. Lalu, speculative buy HRUM dengan support Rp 1.105, resistance Rp 1.180 untuk target harga Rp 1.200 - Rp 1.260 per saham.
Selanjutnya: Prakiraan Cuaca BMKG di Wilayah Aceh, Didominasi Cerah Berawan, 28-29 November 2024
Menarik Dibaca: Ini Alasan Kenapa Blackpink Jarang Hadir Bersamaan di Variety Show Setelah Comeback
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News